Langsung ke konten utama

LPDP ATAU CPNS?: Behind The True Story~


Tak terasa tiga tahun berlalu dengan cepat, ya. Iyap, tiga tahun lalu sejak aku terakhir menulis di sini. Melihat semuanya jadi tampak asing sekarang, sedikit berdebu karena lama tak terjamah. Kalau diingat-ingat, tulisan terakhir juga terjadi di bulan April, ya. April 2018 – April 2021. Time flies, people change, and memories happen. Jadi, barangkali tulisan perdanaku usai vakum, aku akan sedikit merenung dan menceritakan apa – apa saja yang terjadi selama tiga tahun belakangan secara bertahap. Refleksi, terapi dan kontemplasi.


April 2018 kemarin, aku membahas tentang Fresh Graduate: The Untold Dilemma. Saat tulisan itu rampung kutulis, aku benar – benar tak tahu kalau setelahnya adalah masa terberat melebihi peliknya memilih bekerja dengan gaji pas – pasan atau mencari beasiswa namun minim persiapan.😔😔😔 Peliknya kehidupan menanti di depan mata, indah dan nikmat kata mereka namun hancur lebur bagi aku yang menjalaninya.


💦Juli 2018

Masih di tengah euphoria pernikahan seorang sahabat di Kota Istana, Siak Sri Indrapura. Hari itu Kamis, awal Juli, LPDP memberi pesan tentang jadwal Seleksi Berbasis Komputer (SBK) yang harus kuikuti di Kota Medan, pada hari Selasa-nya. Yup, padahal baru sebulan sebelumnya aku sempat meragu kalau akan lulus ke tahap SBK dan bahkan mungkin gagal di Seleksi Administrasi, sebab aku tak melampirkan materai pada Surat Pernyataan Atasan. Sefatal itu.

(POV me. Ini nulis tiga paragraph gini membutuhkan waktu dua jam lebih dengan sekian banyak distraksi, sungguh kemampuan fokus dan menulisku berkurang secara signifikan) 

Singkat cerita, 

Kamis siang aku pulang ke Pekanbaru (dengan jarak tempuh tiga jam) >> Jumat malam pulang ke Rokan Hulu (jarak tempuh lima jam) >> Sabtu masuk kantor untuk meminta izin hari Senin-Rabu tidak dapat datang ke sekolah karena akan melakukan ujian SBK LPDP>> Minggu sore aku berangkat ke Medan dengan bus >> Senin pagi tiba di Kota Bika Ambon >> Selasanya langsung tes. Sepulang tes aku masih sempat menikmati suasana kota Medan: mengunjungi Pajak Petisah dan Museum Rahmat Gallery esok paginya >> dan tepat hari Rabu sore aku kembali ke Rokan Hulu, lalu berlagak baik-baik saja saat masuk ke sekolah Kamis paginya padahal baru sampai rumah. Lelah? Pasti. Seminggu full aku berpindah-pindah mengunjungi kota/kabupaten di Riau dan Sumatera Utara sekaligus. 


💦 Agustus 2018

Alhamdulillah, akhirnya aku melaksanakan tes tahap terakhir: wawancara dan Leaderless Group Discussion (LGD), kembali ke Kota Medan. Alhamdulillah, jika di tahun 2017, wawancara adalah saat aku mempertunjukkan kegamangan dan kebodohanku di depan interviewer, maka pada tahun ini semua berakhir gemilang. Aku bahkan sempat bertukar canda, bercerita dan saling berkisah dengan Bapak/Ibu interviewer layaknya sedang bimbingan tugas akhir. Perjalanan ke Medanku kali ini, ditutup dengan mengelilingi Ringroad City Walk hingga nyaris jam sepuluh malam, karena wawancara yang usai jelang Maghrib dan mengunjungi Universitas Negeri Medan keesokan harinya.


💦 September 2018

Pengumuman kelulusan LPDP. Seharusnya diumumkan pada 16 September, namun karena sesuatu dan lain hal, pengumumannya diundur ke hari Jumat, 20 September. Selepas Isya aku membuka portal pendaftaran. Alhamdulillah, aku dinyatakan LULUS. Alhamdulillah, setelah percobaan kedua. Malam itu, masih teringat jelas aku dihujani ucapan selamat dari seluruh sahabatku. Aku bahkan masih ingat saat aku berlari ke arah Mamakku sembari berlinang air mata sembari menceritakan kelulusanku. Ah, malam itu, bahkan sampai hari ini masih kurasa harunya.

💦 Oktober 2018

Bulan pembukaan pendaftaran CPNS. Sama seperti orangtua lainnya yang menyuruh anaknya untuk berpartisipasi dalam gempita penerimaan 1 juta formasi ASN khususnya guru, orangtuaku pun demikian. Tahukah, pada tahun 2017, selepas gagal LPDP, aku telah diminta untuk ikut serta, namun tak kuselesaikan proses pendaftarannya dan kukatakan pada mereka kalau aku gagal di seleksi administrasi. Padahal kenyataannya, my big dream hanyalah melanjutkan studi. Bekerja? Sejujurnya aku tak menganggap pekerjaan adalah sesuatu yang mutlak harus kukejar. Yup, saat itu cita-citaku adalah menjadi full time mother kalau kelak menikah, Hahahaa.

Ah, balik ke Oktober 2018, tak hanya orangtuaku, teman-temanku juga banyak yang mendaftarkan diri untuk mengikuti seleksinya, mengingat hampir semua jurusan guru dibuka saat itu. Aku? Hanya membantu teman-temanku mendaftar. Aku menyelesaikan pendaftaran untukku sendiri seminggu jelang penutupan dan ogah-ogahan untuk mendaftar. Aku bahkan sempat berdiskusi dengan temanku yang juga lulus LPDP, dan dia juga terpaksa diminta orangtuanya serta teman-temannya untuk ikut berkompetisi padahal kami sama sekali tak berminat.

Semua berubah, saat aku menemukan artikel (seperti di Quora) yang menceritakan pengalaman sepasang suami istri yang mengikuti seleksi CPNS. 

Dikisahkan saat itu, gaji abdi negara masih cukup rendah bila dibandingkan dengan bekerja di korporat. Sepasang suami istri ini bekerja sebagai editor di salah satu penerbit terkemuka di Indonesia dan saat itu ada penerimaan CPNS. Setelah menyurvei gaji rerata CPNS dan membandingkan dengan gaji yang mereka terima (mereka sebenarnya enggan untuk ikut pendaftaran. Namun karena didesak oleh orangtua masing – masing, jadilah mereka mendaftar). Bahkan saat itu mereka sengaja membuat beberapa jawaban salah, agar tak lolos. Yup, mereka ikut tes bukan untuk lulus. Tentu, mereka tidak lulus, seperti harapan mereka. Nah, pemimpin negeri berganti, dan terjadi kenaikan gaji besar-besaran bagi abdi negara, banyak ASN seangkatan sepasang suami istri ini hidupnya jauh lebih baik, sementara mereka di perusahaan swasta, dengan umur yang kian menua mulai dibayang-bayangi PHK. Nah, kembali dibuka penerimaan CPNS. Mereka ikut, namun kali ini benar-benar dengan niat untuk lulus, hendak mengejar ketertinggalan dengan teman – teman mereka. Mereka yakin soal kali ini tidak lebih sulit dari soal yang dulu dikerjakan, namun nasib baik tak berpihak di mereka. Sampai beberapa kali mencoba, mereka kembali gagal. Tulisan ini dibuat oleh sepasang suami istri tersebut sebagai tanggapan dan refleksi melihat penerimaan PNS di tahun 2018 (jadi masih baru, ya, tulisannya). Mereka pun memberi pesan, kepada siapapun yang meski sebenarnya tak ingin berpartisipasi, karena diminta orang tua, atau diajak kawan, atau alasan apapun yang bersifat eksternal, TETAP JALANI DENGAN SERIUS DAN JANGAN MEREMEHKAN. KITA TAK PERNAH TAHU KAPAN KITA BENAR-BENAR MEMBUTUHKAN PEKERJAAN ITU.” Begitulah kekira nasihat mereka.

Aku memforward pesan tersebut ke temanku yang lulus LPDP, namun sebelumnya tak berniat mengikuti CPNS. Kisah itu benar-benar menjadi tamparan bagi kami berdua. Akhirnya, meski tak begitu niat, kami tetap mempersiapkannya dengan serius. Seandainya tak lulus kelak, setidaknya kami tak akan menyesal karena sudah melakukan yang terbaik.

Ini aku dan temanku (yang tak berniat ikut tes CPNS)


💦 November 2018

Tepat 1 Nov, aku mengikuti seleksi CPNS perdanaku di bidang Seleksi Kemampuan Dasar (SKD). Tes di zamanku ini benar-benar berniat menggugurkan kandidat sebanyak-banyaknya. Bahkan dalam satu sesi, angka kelulusan tak lebih dari 5% dalam satu ruangan. Sehari sebelum ujian (31 Oktober 2021), aku menemani temanku melaksanakan ujian. Dan setiap orang yang kutanya, tidak ada satu pun yang lulus. Kebanyakan peserta gagal di Tes Karakteristik Pribadi (TKP), karena hampir semua jawaban memiiki maksud yang sama namun sebenarnya berbeda, ditambah lagi pemahaman etika dan norma dari setiap orang itu berbeda, bukan??

Aku masih ingat, aku mendapat sesi ujian siang. Sementara aku baru mempelajari materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tepat pagi hari sebelum ujian. Untuk soal Tes Karakteristik Pribadi (TKP), aku malah tak memilki persiapan khusus, hanya soal Tes Intelengensia Umum (TIU) yang kupelajari dengan seksama karena memiliki materi yang sama dengan Tes Potensi Akademik (TPA). TPA sendiri merupakan salah satu persyaratan untuk melanjutkan studi S2.

Aku masuk ke ruangan dengan perasaan santai, karena benar-benar tak berharap apapun. Aku menikmati soal yang kukerjakan, hampir semua soal yang kupelajari Alhamdulillah keluar. Waktu habis, aku terkejut melihat skor yang kuperoleh dari layar komputer. Aku lulus Passing Grade, termasuk di section TKP yang banyak menggugurkan peserta. Alhamdulillah. Aku bersyukur sekaligus gamang melihat skorku. Yaa, karena sejujurnya aku belajar hanya agar tidak mendapatkan nilai yang terendah dalam sesi ujianku, namun berakhir dengan skorku justru bisa dikatakan cukup tinggi.

Aku bahkan tak memberitahukan orangtuaku kalau aku lulus Passing Grade. Aku masih berharap kalau aku akan gagal di seleksi tahap kedua. Yap, aku sangat menginginkan melanjutkan studiku tentu saja. Dalam perjalanan pulang, aku mengingat pertanyaan kepala sekolahku,

“Bagaimana kalau nanti kamu lulus PNS dan LPDP? Lepas saja LPDPnya, kapan lagi dapat kesempatan menjadi PNS? Tapi kalau S2, ah, kamu pasti bisa melanjutkan dengan banyak beasiswa lain.”

Aku hanya tersenyum, lalu menjawab,

“Sepertinya saya tidak akan lulus, Bu. Mengingat banyak yang tidak lulus. Jadi saya tidak perlu memusingkan akan memilih pilihan apa sekarang.”

“Kan bagaimana kalau seandainya?”

“Buat apa berandai-andai, Bu. Saya yakin tak akan lulus karena kata teman – teman yang sudah ujian soalnya sulit,” Sanggahku.

Dan di sinilah aku sekarang, sedang kebingungan karena aku lulus dan terpaksa menelan omonganku sendiri.


💦 Desember 2018

Berita kelulusan tahap SKDku tersiar ke satu kecamatan! Bayangkan, aku secara random beli soto di warung makan, Ibu pemilik warung menanyakan aku dan temanku mengajar dimana. Dan kami serempak menjawab asal sekolah kami, sontak si ibu langsung berkata,

“Oh, itu sekolah yang katanya ada guru yang lulus ujian CPNS, kan? Wuih, hebat, yaa. Padahal katanya guru-guru lain banyak yang ikut ndak ada yang lulus.”

Aku tersenyum getir. Begini amat kabar tersebar, ya. Lalu kawanku menyahut, “Lah, dia ini orangnya, Bu.” 

Si Ibu warung langsung menoleh kearahku padahal beliau sedang meracik soto kami. Takjub!

Sebentar saja, orang-orang langsung tahu kisahku yang lulus seleksi CPNS (padahal belum tentu lulus, juga). Orangtuaku langsung menginterogasiku tentu saja, karena kan, aku memang tidak menceritakan apa-apa kepada mereka. Oh iya, jangan bayangkan aku yang langsung terkenal, yaa. Begitu berjalan semua orang kan menoleh padaku. Tidak begitu juga, heii. Orang di kampungku hanya tau kisahku saja, tidak namaku apalagi aku. Hahaa. Oh, mereka juga menyebut aku dengan, “guru dari sekolah X yang lulus tes CPNS”. Obviously yang terkenal, yaaa, sekolahku.

Dampaknya?

Wohoo, ini tentu menjadi tekanan psikologis bagiku.

Bagaimana jika aku tidak lulus seleksi SKB, padahal orang-orang kampung “taunya aku sudah lulus CPNS”? Bagaimana jika kemudian ada yang tidak lulus SKD, tapi karena tinggi SKBnya, malah lulus jadi CPNS. Tentu orang-orang akan bilang kepadaku, “Sayang, yaa. Padahal tes paling sulitnya lewat, tapi yang ini tinggal setahap lagi malah nggak lulus.” Dan dan dan overthinkingku lainnya.

DEMI APA, AKU BERFIKIR SAMPAI KESANA!! (Padahal awalnya aku tak begitu berminat, kan?) Hahaa.

Akhirnya, di malam jelang akan ujian, aku beristikharah, menyerahkan semua pilihan terbaik kepada Allah. Yaps, seperti bunyi ayat dalam Al-Quran, tepatnya QS. Al Baqarah ayar 216,

.. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimuu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah Mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.”

Nah, another funfact, selain namaku jadi terkenal, di Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) ini, aku bakal bersaing dengan kakak seniorku yang semasa kuliahku dulu emang piinteeer banget (Jangan kau tanya kuliahku gimana ceritanya, yaa!). Yup, kami bahkan satu tim saat jadi panitia Olimpiade Kimia untuk anak SMA. Tim soal namanya, itu tim yang tugasnya buat soal untuk diujikan saat olimpiade. Nah, kakak itu bener-bener ‘suhu’ untuk materi – materi sulit Kimia. Aku ngapain? Tim hore tentu saja, eh, maksudnya tim soal yang ngerjain bagian materi teori – teori ajaa, kalau si kakak itu, bagian materi yang itungan njlimet (Kasta kami beda ) hahaa.

Jadi, pas baru datang, aku bertemu kakak itu di parkiran. Say hi, biasalaah, dan nanyain kenapa masing-masing kita mengambil ke sekolah itu. Oh iya, kami ujiannya tepat jam 8 di hari Minggu, cobalah dibayangkan, lokasi ujian itu berada di area yang bersebelahan dengan lokasi Car Free Day (saat aku berangkat, CFDnya dah mau bubaran, jadi bisa lewat). Orang pulang CFD senyum sana-sini, sementara kami udah kayak SPG hitam putih berpakaian rapi pagi hari. Intermezzo.

Oke, balik ke sesi ujian. Alhamdulillah aku santai dan menikmati mengerjakan soal demi soal, karena memang aku sudah menyerahkan semuanya ke Allah, apapun hasilnya aku tetap menang (yaa, kalau lulus, aku menang jadi PNS. Kalau ndak lulus, aku menang bisa lanjut S2, kan?). Dan, ketika skor keluar, hm, dibandingkan skor SKD, skor SKBku lumayan kecil. Alhamdulillah, 290. Aku yakin kakak seniorku bisa tembus skor di atas 300an. Karena, 60% soal yang diujikan memang materi bidang kami:Kimia. Aku bertemu kawan-kawan sekelasku saat S1 dulu, sembari bersama keluar ruangan ujian, dan membahas materi yang diujikan. I dunno how I feel lucky, karena skor teman-temanku itu di bawahku, dan mereka mengeluhkan soal yang sulit dan kebanyakan teori. 

Bagaimana denganku? Aku sudah mengatakan bukan, kalau di tim soal aku adalah spesialisasi soal teori dan sangat suka membuat soal yang tak terbayangkan keumitannya (meski itu teori). Materi yang pernah kujadikan soal sulit, salah satunya adalah Polimer dan Makromolekul. Dan soal ujian SKB yang kukerjakan barusan, didominasi topik itu, jadi meski aku tak belajar banyak materi Kimia sebelumnya, aku bisa me-recalling ingatanku. Dan kuakui, soal SKB itu bagi orang yang mempelajari Kimia biasa, termasuk sulit, karena ibarat kata, materi yang dikeluarkan itu materi yang ga utama (kayak yang ada di footnote) yang ga akan dilihat orang, deh. 

Akhirnya aku bersama temanku keluar teras gedung untuk melihat live score. Sepanjang perjalanan aku sudah senyum-senyum sembari menyanyikan lagu Halo-Halo Bandung dengan nada ceria, sambal bilang, “Bandung, I’m coming.” Meski kawanku yang mendengarnya bilang, 

“Tengok dulu hasil tuh, tau-tau lulus.”

“Tidak tidak, aku yakin skor kakak senior kita lebih tinggi. Kan, kakak itu pintar sekaliii.”

“Iya juga, sih, ya. Kakak itu pintar, aku jadi penasaran, berapa skor kakak itu,” jawab temanku.

Dan di hadapan live score, aku terperanjat melihat skor kakak itu yang hanya 215. Seketika kakiku lemas. Dan taraaaa, namaku berada di urutan tertinggi untuk jurusan Kimia. Dan aku langsung melipir beranjak dari kerumunan orang yang melihat live score, terduduk bersama temanku lainnya yang bersedih karena kalah nilai dari saingannya. Pikiranku kosong saat itu, satu persatu temanku mengucapkan selamat. Mendapati ucapan selamat, seketika aku menangis. Mereka mengira aku menangis terharu, padahal aku sungguh sedang bingung pada apa yang terjadi di hadapanku.

AKU? LULUS? AKU? BAKAL JADI PNS? LANTAS S2Ku BAGAIMANA? PERJALANAN LANJUT STUDI KE KAMPUS IMPIANKU SELANGKAH LAGI, YA ALLAH.


Dan, demikianlah aku mengakhiri tahun 2018-ku dengan kegamangan luar biasa. Orang-orang yang mendengar kisahku (bisa lulus beasiswa S2 dan CPNS) mendadak sibuk menjadi hakim tentang jalan mana yang sebaiknya harus kupilih (tanpa kuceritakan, kuyakin kamu akan tahu apa pilihan orang – orang di sekitarku, bukan?). Jangan tanya Kepala Sekolahku, mendadak beliau yang lebih pusing menentukan nasibku seolah itu adalah ceritanya.

Ah iya, pada bagian sebelum sebelumnya, aku ada bercerita kalau ada temanku yang juga lulus LPDP namun iseng ikut tes CPNS karena permintaan orang tuanya, kan? Nasibnya sama sepertiku, dia juga lulus CPNS di Kemenag di salah satu kabupaten Sumatera Utara. Kelak, sepanjang tahun 2019-2020, kami menjalani nasib yang ga begitu baik. Yap, sama – sama menjadi depresi karena ‘berkah double’ ini, dikatain kami adalah orang bodoh-lah, disuruh banyak bersyukurlah, disuruh menurut kemauan orangtua-lah, dan ungkapan lainnya. Kami benar-benar berkutat menjalani adaptasi-depresi dalam siklus anger-depression-bargaining-acceptance. 

Semoga ada waktu bagiku untuk mengisahkannya. Ah, iya. Btw, aku tak menyangka akan menulis kisah sepanjang enam halaman ini. Di awal paragraf (nun jauh di atas tulisan ini), aku mengatakan akan mengisahkan cerita sepanjang rentang 2018-2021, bukan? Nyatanya, mengisahkan setengah tahun 2018 saja, memakan waktu tiga hari, karena setiap bercerita aku seolah kembali ke masa itu, jadi melibatkan banyak emosi selama penulisannya. Jadi, aku minta maaf, ya.

Huhu, aku sangat mengapresiasi diriku dan kalian yang yang membaca tentunya. Terima kasih buat kalian yang sudah mau membaca kisah dimana akulah yang menjadi tokoh utama, setelah tiga tahun vakum tak menghasilkan tulisan apapun, ya. Terima kasih untuk waktunya dan perhatiannya. Sampai jumpa di lain cerita.

Satu senja, di 9 April 2021



Komentar

  1. We through it finally, one of the worst hard time in our life. Tetap semangaat. Semoga hasil baik menanti kitaa~
    Aaamiin yaa Rabb.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dear 2018

Tahun baru mengingatkan akan bermacam-macam hal, mulai dari #bestnine bomb di Instagram, hiruk pikuk macet lalu lintas tengah kota karena perayaan mubazir semalam suntuk, lentera masjid yang tak padam menjaga kidung asma Allah agar tetap dilantunkan, termasuk sebagian orang (yang katanya optimis) memegang bolpoin dan kertas menulis resolusinya. - Resolusi Tahun Baru Ditulis besar-besar, RESOLUSI 2018 Entah untuk pembuktian atau karena kecewa lantaran ada resolusinya yang banyak tak tercapai di tahun sebelumnya. Gue misalnya. Hanya dua dari sembilan target yang tercapai. Tetap saja, Alhamdulillah. Bicara target, dua yang tercapai itu ialah mengunjungi 3 provinsi berbeda di tahun 2017 dan Meraih 3 penghargaan. - First Dream : Tiga Provinsi Provinsi yang  kukunjungi pertama adalah Sumatera Utara , tepatnya Kota Medan. Alhamdulillah bisa merasakan pembukaan Ramadhan di kota yang terkenal dengan Bika Ambon dan Bolu Meranti-nya ini. Perjalanan ini menjadi istimewa kare

One Step Closer With Characters of Kuroko Basketball

  Gambar: Main actors of Kuroko Basketball   Suatu penokohan sangat mempengaruhi penilaian suatu cerita. Untungnya, Tadatoshi Fujimaki mampu menciptakan tokoh beragam dengan karakter kuat dari manga yang diserialkan pertama kali oleh Weekly Shonen Jump di Desember 2008 ini. Bahkan masing-masing anggota Kiseki no Sedai (Generasi Keajaiban) dan pemain Seirin memiliki pasangan lawannya masing-,masing. Adapula istilah Uncrowned King (Raja tak Bermahkota) sebagai julukan untuk generasi sebelum Kiseki no Sedai. Meskipun animasinya hanya dimainkan 3 season, ini sudah membuat penonton *termasuk saya* cukup puas. [Eh ya, setelah author nonton animasi ini, author jadi tahu istilah dalam basket sellain dribble, shoot, passing, dan pivot loh. Dan tugas dari masing-masing anggota dalam sebuah tim. finally we got much knowledge about basket! ] Hm, ini dia sedikit kilasan tentang anggota Kiseki no Sedai:       Kise Ryota   Merupakan tokoh Generasi Keajaiban pertama yang dimunc