Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Kepada: seseorang (4)

Bulan Februari masih menerbitkan bisu di sela-sela air langit yang turun tanpa menunggu, menimbulkan rindu (?) Lalu kisah hidup kita mulai mengalir seperti halnya riak genangan yang dititipkan hujan pada tanah yang telah tertutup, membawa ke muara: rindu atasmu yang semakin besar. Sebab, tiada benang sebagai media untuk saling menautkan, kisah kita yang terlanjur seolah melupakan siapamu bagiku? Sebab mungkin aku terlalu tak berani bertanya siapaku bagimu? Pernah hadir saja, sudah luar biasa rasanya. Hai, aku disini masih dengan kegamangan namun langkah terus kuayunkan ke hadapan. Selangkah demi selangkah. Telah menjauh darimu atau kian mendekat padamu. Pun aku tak tahu. Namun aku tak mau menerka-nerka, adakah kamu di akhir kisah ini, ataukah sampai kita pada suatu titik temu. Ah, Lupakanlah¬ Disini petala mega bertahtakan kelabu masih hilir mudik menggantung. Kau, siapkan jaket atau penutup badan yang lain, sebab tatkala hujan pikiran terkadang sering sulit membedak

Kepada : seseorang (3)

Hai, selamat bertamu pada hari-hari baru. Bagaimana rasamu? Aku disini masih menggenapkan semua alasan yang selalu terasa ganjil manakala senoktah kisah perihalmu menghadiri. Iya, aku masih belum berhasil. Padahal hujan di sebermula Januari tidak hentihenti, namun mengapa jejak masih membekas di alur liku ingatanku? Hai, perlahan kini aku mulai bisa belajar dengan baik dan memfokuskan konsentrasi. Sangat lazim di mata mereka, namun bagiku peningkatan luar biasa. Iya, tak perlu ada lamunan panjang meski kidung yang kuputar telah terhenti nadanya entah di menit yang keberapa. Aku benar-benar meresapi kesepian ini, agar lebih bijaksana di masa depan nanti. Tenang, aku tak menuliskan resolusi : Segera Melupakanmu! Karena sebuah usaha melupakan butuh lebih dari sekedar waktu dan alasan ini itu. Kau tau, membentuk ikhlas tak semudah yang kita tahu. Aku mulai menikmati dialogku dengan hati manakala berpulang ke peraduan: sunyi. Sebab, dalam lengang aku dapat memanggil dirik

Kepada: Seseorang (2)

Ah, ini akhir tahun yang begitu menyakitkan. Setidaknya begitu menurutku. Bagaimana bisa aku melewatkan akhir tahun dengan tekanan: janji untuk melupakan. Tidak. Bukan janji. Tapi ketetapan yang levelnya di atas janji. Kamu tahu? Di setiap akan bermulanya belajarku, aku akan memutar sebuah lagu yang liriknya meyakinkan bahwa aku akan kuat menghadapi masa yang tak berpihak ini. Namun manakala lagu itu usai dan tiba bagiku menakik kata, saat itu pula mataku terbentur cakrawala yang hanya dapat dilihat pikirku saja. Ah, mengapa senelangsa ini? Tidak, sekalipun tidak. Apa? Menyalahkanmu. Sebab kutahu, kecewa hanya muncul manakala asa mengangkasa melebihi nyata. Iya. Aku melakukannya. Lalu sekarang aku harus perlahan menyembuhkan gores guratan (yang kubuat sendiri). Jahat, bukan? Seharusnya ikhlas tak menyisakan penyesalan- Bila nanti ku sampai pada gerbang itu, di hadapan tulisan yang menegak besar, akan kuceritakan bagaimana alkisah langkah bermuara di sana. Pada ra