Langsung ke konten utama

Behind the Scene: #PIMNAS29IPB



Spanduk dan Banner Selamat Datang diguyur hujan Kota Hujan

14 Agustus 2016

Malam ini mataku terjaga. Barangkali aku masih merindukan keriuhan bertemu teman-teman dari seluruh penjuru Indonesia. Dan, aku ingin bercerita, tentang gempita malam itu, tentang janji kami bahwa akan memberikan yang terbaik bagi tumpah darah kami sebagai bakti, dan tentang bangganya kami sebagai mahasiswa meski dengan almamater rupa-rupa warna. 

Dik, aku sadar tentang kapabilitas akademisku yang standar. Tapi sejak dahulu aku selalu punya mimpi. Barangkali itulah yang bisa membuatku sanggup bertahan berkalang keterbatasanku ini. Benar dik, bermimpilah. Jika bermimpi saja kau tak berani, lantas apa lagi yang hendak kau perjuangkan dalam hidup ini. Ah, hanya mimpilah yang membuat hidup terasa lebih hidup. Jika bermimpi yang gratis saja kau tak berani, apa lagi tantanganmu menjalani hidup ini?

Jadi saat itu aku masih menjejaki semester pertamaku. Ah, biasalah, euforia mahasiswa baru. Berkeliling setiap senti penjuru kampus. Sampai aku tertegun pada sebuah pengumuman yang berisi sederetan nama bertagar #UnriMenujuPIMNAS. Setibanya di rumah, aku lantas mencari tahu apa Pimnas itu. Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional, pertemuan mahasiswa kreatif dan inovatif se-Indonesia. Ajang perhelatan tahunan mahasiswa paling bergengsi. Barangkali kau berfikir aku berlebihan, dik? Namun jika kau tak percaya, browsinglah.

Waktu bergulir sampai aku berada di tahun keduaku. Aku mulai mengerti bagaimana langkah menuju panggung PIMNAS itu. Ya, adalah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang menjadi pintunya. Aku berkeliling mengikuti seminar demi seminar yang menjelaskan PKM itu apa. Sampai mendengar tips dan trik langsung dari sang dewan juri. Tapi sekali lagi, sampai dateline pengajuan proposal PKM berakhir, aku tak dapat menyelesaikan ideku. Ya, buntu. PKM adalah program yang dinanti kehadirannya bagi mahasiswa di seluruh Indonesia. Kau hanya perlu mengajukan proposal yang berisi idemu, jika lolos, kau boleh melakukan penelitian untuk membuktikan hipotesa idemu dan itu dibiayai pemerintah. Inilah saatnya kau melakukan bakti Tri Darma Perguruan Tinggi. Tapi, aku tak tahu, darimana mulaiku dan siapa yang hendak kutanyai. Rekan sefakultasku saat itu belum pernah mengajukan proposal dan lolos didanai. Pun kemampuan menulisku tidaklah mumpuni dan ideku masih belum tajam. Akhirnya aku bergabung dengan forum kepenulisan untuk mengasah barangkali ada bakat tumpul yang mungkin akan menajam nantinya.

Tahun ketiga menyapa. Lagi-lagi, keberanianku masih belum muncul juga. Ya, kemampuan menulisku masih belum handal. Aku yang semula berlatih cerpen dan puisi, perlahan mulai menekuni dunia karya ilmiah, semata-mata untuk mempersiapkan diri mengikuti PKM tahun berikutnya. Aku mulai berani mengajukan karya tulis ke berbagai lomba. Alhamdulillah, semua berbuah manis. Aku sempat mendapatkan undangan sebagai finalis LKTI Nasional di UR –kampus sendiri-, Universitas Negeri Semarang, dan Universitas Negeri Yogyakarta. Akhirnya di tahun keempat, aku kian yakin, inilah saatku memasukkan proposal untuk mengikuti PKM. 

Sejujurnya, cerita teman-temanku saat di posko KKN Kebangsaan cukup membuatku tertantang menjajal kemampuan. Ya, ketika pertama kali bertemu saat pembekalan, mereka bercerita tentang proposalnya yang lolos didanai. Ya, kampus mereka sudah concern dengan PKM, seperti IPB, Unnes, UI, dan Unja. Dan kebetulan, pengumuman peserta PIMNAS 28 di Universitas Halu Oleo Kendari terjadi saat pelaksanaan KKN. Jadilah, aku melihat bagaimana membaranya mereka untuk kembali mencoba menjajal tembok PIMNAS mendatang, PIMNAS 29.

Sekembalinya dari rutinitas KKN Kebangsaan yang berakhir di bulan Agustus 2015, kami mulai berkutat dengan persiapan PKM di bulan September. Aku beruntung pernah mengenal mereka, dik. Karena melihat mereka bersemangat dengan penyelesaian proposal tentu menular padaku. Maklum, PKM masih hal tabu dan baru di kalangan teman-temanku. Akhirnya dengan berbekal modal nekat, aku mengikuti PKM perdanaku dengan dua bidang sekaligus: PKM Penelitian Sosial Humaniora dan PKM Kewirausahaan. 

Lima bulan berselang, proposal PKM Penelitian Soshum timku dinyatakan lolos didanai bersama 4702 proposal lainnya. PKM tahun 2015 memang menyedot animo partisipasi mahasiswa se-Indonesia. Setidaknya ada 73007 proposal yang diajukan ke Dikti. Universitas Riau sendiri menduduki peringkat 23 se-Indonesia dan keempat se-Sumatera dengan jumlah 52 proposal yang lolos didanai Dikti. Maret, April, Mei, dan Juni. Empat bulan yang terasa berat, karena penelitian PKM yang bersamaan dengan penelitian  skripsi. Semuanya digesa menuju titik bulan Juni. Di sela-sela penelitian, aku bahkan sempat membentuk tim untuk mengajukan proposal mengikuti PKM Gagasan Tertulis (PKMGT) di bulan Maret-April. Jadilah, semuanya terakumulasi di satu titik. Pengerjaan proposal tugas akhir diselingi PKM-GT, penyelesaian makalah seminar hasil saat dicekik dateline Monitoring dan Evaluasi (Monev) internal universitas dan monev eksternal Dikti, bahkan sampai ujian komprehensif (ujian sarjana) di tengah masa pengunggahan laporan akhir Dikti. Sejujurnya, kami sempat menyerah akan kelolosan menuju Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS), mengingat cerita Monev yang cukup menyakitkan. Ya, reviewer (juri) hanya melihat media pembelajaran yang telah kami kembangkan, dan meminta kami menyempurnakannya di laporan akhir. Tanpa pertanyaan beruntun yang menunjukkan antusiasme ataupun ekspresi ketertarikan. Namun kami tetap mengunggah laporan akhir sebagai bentuk pertanggungjawaban dan memohon adanya keajaiban. Aku bahkan ingat, mengganti status BBM-ku menjadi tanggal 7-12 Agustus 2016 yang taklain adalah tanggal pelaksanaan PIMNAS usai Monev karena begitu inginnya melihat keriuhan perhelatan PIMNAS. Terlepas akan berada disana nantinya atau tidak, yang jelas aku telah memimpikannya. Dan berharap akan berada di Bogor pada tanggal itu.


Akhir bulan Juli 2016

Ujian kompreku Alhamdulillah berakhir gemilang. Meskipun ada satu mimpi yang kurasa tak tertunaikan selagi aku menjadi mahasiswa, biarlah. Apalagi kalau bukan, PIMNAS. Sementara itu, pengumuman finalis PIMNAS juga tak kunjung keluar, membuatku yakin barangkali belum rezekiku disana. Tak perlu berhitung minggu, hari berlalu saja aku dan teman-temanku mulai dikejar pengumpulan berkas yudisium dan wisuda dengan batas tiga hari setelah tanggal pengesahan kami berselempang gelar EsPeDe. Di saat itulah, aku mendapat kabar PKMP Soshum timku dinyatakan lolos PIMNAS. Aku ingat, saat itu tanggal 26 Juli 2016.
Maka semua skenario hectic kami kembali berulang. Belum sempat bernafas lega seusai persiapan yudisium, pelatihan jelang PIMNAS menunjukkan rautnya. Ah, namun aku selalu yakin bahwa “ini pun akan berlalu”. Masih jelas di ingatanku, 3 Agustus 2016, tatkala yudisium berbarengan dengan jadwal pelatihan. Aku bahkan tak menikmati momen yudisium dikarenakan tuntutan artikel ilmiah, penyempurnaan laporan akhir, revisi media presentasi, pembuatan poster dan melengkapi berkas-berkas PIMNAS terakhir tanggal 5 Agustus 2016. 

Suasana Pembukaan PIMNAS oleh Menristekdikti
Setelah semua perjuangan itu, Alhamdulillah, pukul 19.00, Graha Widya Wisuda Institiut Pertanian Bogor menjadi saksi perjuangan kami untuk mencapai titik ini, bersama 1900an mahasiswa se-Indonesia. Derai keriuhan seluruh mahasiswa dari Sabang sampai Merauke mengelu-elukan nama universitasnya masing-masing. Malam itu, kami berteriak memanggil-manggil nama universitas Biru Langit tatkala MC mengatakan, “Kontingen Provinsi Riau: Universitas Riau, Universitas Pasir Pangaraian, Politeknik Negeri Bengkalis,” dan saat itu sepasang muda mudi berpakaian baju Melayu berwarna ungu diikuti tiga orang lainnya membawa bendera universitas-universitas kontingen Riau. 

Pakaian adat se-Indonesia dari provinsi kontingen PIMNAS
Riau University Squad with Mascot of PIMNAS 29, Bramara

Sungguh benarlah nasihat Imam Syafi’i : berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. Tentang semua kepanikan, perih, kerja keras dan pengorbanan: cukuplah kami yang mengetahui apa kecapnya. Namun, satu hal yang harus kau tahu pasti, dik, setiap orang mampu menyembunyikan sakit di balik senyum. Pun kebahagiaan di balik kesukaran. Barangkali orang lain berfikir, “Alangkah enaknya menjadi seperti mereka yang blablabla.” Coba sekali-kali kau ganti tanyamu menjadi, “Apa yang telah kamu terima untuk mendapatkan semuanya?” Beda tanya, tentu akan berbeda pula jawaban yang akan kamu peroleh.
~Hari ini adalah mimpimu di hari kemarin. Dan esok adalah mimpimu hari ini
(Hasan Al Banna)


Komentar

  1. Subhanallah... luar biasa sekali az....😍😍😍 merinding bacanya..sukses terus azlina. Do the best..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LPDP ATAU CPNS?: Behind The True Story~

Tak terasa tiga tahun berlalu dengan cepat, ya. Iyap, tiga tahun lalu sejak aku terakhir menulis di sini. Melihat semuanya jadi tampak asing sekarang, sedikit berdebu karena lama tak terjamah. Kalau diingat-ingat, tulisan terakhir juga terjadi di bulan April, ya. April 2018 – April 2021. Time flies, people change, and memories happen. Jadi, barangkali tulisan perdanaku usai vakum, aku akan sedikit merenung dan menceritakan apa – apa saja yang terjadi selama tiga tahun belakangan secara bertahap. Refleksi, terapi dan kontemplasi. April 2018 kemarin, aku membahas tentang  Fresh Graduate: The Untold Dilemma . Saat tulisan itu rampung kutulis, aku benar – benar tak tahu kalau setelahnya adalah masa terberat melebihi peliknya memilih bekerja dengan gaji pas – pasan atau mencari beasiswa namun minim persiapan.😔😔😔 Peliknya kehidupan menanti di depan mata, indah dan nikmat kata mereka namun hancur lebur bagi aku yang menjalaninya. 💦 Juli 2018 Masih di tengah euphoria pernikahan seoran...

Cause Happiness is Simple

              Hidup adalah tentang pencarian tak berkesudahan. Pencarian akan jati diri, ketenangan, kenyamanan, dan kebahagiaan. Tentang bahagia, sungguh itu adalah perkara sederhana. Sebab, indikator bahagia tak teregistrasi dalam Satuan Internasional, jadi cukuplah perspektifmu yang menentukan. Ini definisi bahagiaku -(tertanggal 22-24 Mei 2015) Bahagiaku sederhana, sesederhana mendapat keluarga baru dari belahan bumi Nusantara, sesederhana melihat senyum dan mendengar opini mereka tentang tanah kuhuni, sesederhana menekuri detik yang melintas dengan cerita tak berutas, sesederhana hikmah bahwa belajar akan negeriku sejatinya tak berkesudah, sesederhana disadarkan bahwa semangat dan pantang menyerah   adalah konsekuensi realisasi atas impian yang tersimpan, but at last but not least, sesederhana kian merebaknya kagum an syukurkuku pada sang Rahiim atas kasih sayangNya tuk mengizinkan helaan nafasku merasa...

Kuroko Basketball : Friendship not just Term that We Ever Heard

  Gambar: Cover film Kuroko Basketball Film yang diadaptasi dari manga Kuroko no Basket (Basketball Which Kuroko Plays) ini mengisahkan tentang pencarian jati diri seorang atlit basket bernama Tetsuya Kuroko.   Walau tak memiliki keahlian dalam dribbling, apalagi shooting (menembak), cowok berambut biru ini justru menjadi tim utama basket SMP Teikou yang memiliki lima anggota Kiseki no Sedai (Generasi Keajaiban), yakni Akashi Seijuroo, Aomine Daiki, Murasakibara Atsushi, Kise Ryota, dan Midorima Shintaro. Dan mampu membuat sekolah tersebut sebagai jawara di Kejuaraan Nasional Basket tiga kali berturut-turut. Tetsuya sendiri memiliki gelar anggota keenam Kiseki no Sedai, pemain Bayangan (the Phantom Sixth Players). Bagaimana bisa? Ternyata kemampuannya dalam passing (mengoper) tak diragukan oleh anggota Kiseki no Sedai, karena hawa keberadaannya yang lemah dan kemampuannya dalam mengalihkan pandangan lawan (misdirection). *seperti trik sulap gitu* [Well, au...