Langsung ke konten utama

#PIMNAS29IPB: Unforgetable Moments Lists

Grand Opening PIMNAS29IPB

8 September 2016,
Sebulan telah berlalu, namun ingatan tentang semua cerita disana masih membelenggu. Maybe this was called: “the move on was failed”? Banyak hal yang terjadi selama Seminggu Pekan Ilmiah Mahasiswa (PIMNAS) 29 berlangsung. Tak selamanya istilah Ilmiah bermakna horor ataupun terlampau sistematis. Banyak juga cerita kocak, lucu, dan bermakna yang terjadi. Seperti kutipan pidato pak Dr. Bima Arya Sugiarto, a.k.a Walikota Bogor di Malam Penutupan PIMNAS, “masa jabatan Walikota ada batasnya. Jabatan rektor ada ujungnya. Tetapi friendship, persahabatan, persaudaraan, selama hayat dikandung badan.” Yaps, that’s right. Kompetisi tak selalu memunculkan sengit persaingan, namun kadang juga menyisakan kenangan yang bila diulang mengguratkan sebuah senyuman. Ah, intinya: #ProudBeHere #Yuk,IkutPIMNAS! #PIMNASituSeruLoh!
1.     KringKring Gowes
Institut Pertanian Bogor tengah menggalakkan program Green Campus. Jadi, di beberapa titik disediakan shelter tempat penyewaan sepeda. Syarat meminjam sepeda, cukup mudah. Hanya dengan menyerahkan KTM. Jadi sore itu setelah Technical Meeting, di perjalanan pulang Az bertemu Pia dan Nurin yang meliuk-liuk memamerkan kring-kring gowes nya (read: sepeda) mereka. Karena gak tega, finally Pia nemenin Az ke shelter dekat Agrimart (minimarket dekat asrama putri) untuk meminjam sepeda. Nah, si abang shelternya bersikukuh gak mau meminjamkan sepeda, lantaran Az ga memiliki jaminan KTM (KTM UR ga laku disini), padahal si Pia bisa tanpa syarat meminjam sepeda di dekat shelter Gedung Graha Widya Wisuda IPB hanya dengan menunjukkan nametag peserta PIMNAS. Ah, dengan merengut kesal kami keluar. Az harus ikhlas dapat bagian dibonceng Pia keliling kampus. Tujuan pertama: Asrama Cowok yang jaraknya 500 m dari asrama cewek. Ya, Az mau mengembalikan ex-banner Teja yang ketinggalan.
       Bangganya kami berdua boncengan naik sepeda bukaan main, terlebih melihat mahasiswa-mahasiswa pada heran, “Ini anak dapat sepeda dimana?” Dan kami makin PD dengan naik sepeda meliuk-liuk saat lewat di sebelah mereka. Sampai seorang mahasiswa cowok bilang,
“Mbak, cewek gak boleh pake sepeda loh!”
(kami berhenti). “Kenapa mas?”
“Gak boleh aja pokoknya mbak. Mending sini sepedanya, saya aja yang bawa.”
“Yakalii. Jangan modus mas,”
Dan si mas diketawain rombongan teman-temannya. Singkat cerita, setelah mengembalikan ex-banner ke Teja dengan PD level dewa (karena dilihatin mahasiswa cowok sepanjang jalan), perjuangan kami masih menantang di depan. Ya. Perjalanan pulang. Jika tadi kami menikmati bersepada karena jalannya penurunan, maka pulang akan sebaliknya. Selain jalan, keadaan sepeda juga membuat kami menarik nafas panjaaaaaaang. Ban sepeda bocor. Ya salaam. Dan berjalanlah kami dengan menuntun sepeda (eh, ketemu si mas yang mau minjam sepeda lagi yang ketawa-ketawa. Sempurna). Tetiba rintik hujan menyapa.
“Tenang, Pia bawa payung, kok.” Fyi, this is Rainy City. Jadi harus bawa payung kemanapun kapanpun. Jadilah, di bawah langit senja yang menitikkan rintik, kami menuntun sepeda di atas jalanan yang basah.
“Btw, Pik, ini suasana udah romantis gini, kok gue ngabisin waktunya bareng lu, sih?”
“Itu juga yang Pia pikirkan, Az. Udah di PIMNAS, masih aja sama Az.”
---________________---“

2.     Double tip anak UNS


Stand Pameran Poster
Setelah registrasi dan pemasangan poster di hari pertama, jadwal di hari kedua adalah presentasi poster. Poster kami mendapat urutan di ketiga terakhir. Tetangga sebelah kanan ada Universitas Muhammadiyah Malang, sebelah kiri ada Universitas Negeri Sebelas Maret dan Universitas Brawijaya di urutan terakhir. Nah, yang mendapat tugas untuk mempresentasikan poster adalah Pia. Melihat anak UNS di sebelah Az, Az dan Pia jadi senyum-senyum sendiri ingat kejadian semalam. Ya, ketika itu akan memasang poster. Si Teja udah berdiri di atas meja (padahal dilarang panitia untuk dinaikin mejanya karena udah kejadian ada meja yang jebol), dan double tip yang kami gunakan untuk memasang poster gak cukup kuat.
“Mbak, pakai double tip ini loh. Yang itu gak kuat.” Kata mas UNS di sebelah kami menawarkan.
“Iya mas?” kataku mengambil double tipnya. “Tapi tinggal sedikit ini, loh.”
“Ya udah mbak, pakai aja. Sedikit aja nempelnya kuat kok,” kata si mas promosi.
“Oke mas.” Langsung sreet sreet, Az koyak dan tempel di poster. Dan benaaar. Lengket! Eh, tau-tau udah tinggal 5 cm itu double tip menjelang ujungnya. Az kasih kode Teja. Teja seolah memberi kode ‘yaudah kembalikan aja!’
“Ini mas, makasih, “ kataku sambil menunjukkan sisa double tip. Si mas mengangguk seolah bilang, ‘oke fix. Gak apa.’
Dan kemudian temannya si mas UNS datang. “Loh, ini kok double tip nya tinggal segini?”
Mendadak Az dan Teja jadi patung. “Kenapa kalian?” tanya Pia.
“Ssst, kami lagi pura-pura jadi patung.” Bisikku ke Pia. Pia melihat ke stand anak UNS.
“Kapoklah kalian!” kata Pia.
“Cukup kok itu. Sedikit aja udah lengket (promosi lagi).” Kata si mas UNS ke temennya.
“Yaudah, kita beli aja lagi,” kata si mbak UNS.
Az dan Teja? Pura-pura gak dengar.



Bukti lengketnya double tip


3.     Almamater Hijau Tua dan Konspirasi
Hari ketiga, usai presentasi setelah sholat Zhuhur dan makan siang. Az berbisik ke Pia, “Az maulah pinjam alma anak ITB dan UGM. Keren aja di mata Az dua kampus itu. Jadiin challenge yook, Pik.” Pia menggeleng. Akunya? Makin semangat. Tapi berfikir juga, gimana caranya?
 Sambil menunggu waktu usai ISHOMA, kami berfoto bareng LO UR.  
Here we are
“Az, itu.” kata Pia menunjuk kawan kenalan Az saat di karantina kemarin. Yaps. Anak IteBe dan dia baru siap sholat. Wah, iya?! Kebetulan.
“Hai, Diar. Maaf boleh minta tolong?” kata Az menyetop langkahnya usai sholat Zhuhur.
“Hai, Lina. Apa tuh?’ tanyanya.
“Pinjam alma boleh? Mau foto.”
“Oh, boleh. Ini,” katanya sambil menyerahkan alma.
Az memakai alma dan bilang ke Pia, “Sip, Pik!” Serentak LO dan kawan-kawan kontingen UR bersorak, “Poto bareeng, dong.”
“Diar mau ikutan foto?” tanya Az.
“Oh, boleh.” Dan kami mulai berpose.
“Tukeeeran almaa doong,” kata mereka lagi. Itu kawan berasa lorong CCR Cuma mereka isinya kali, ya?
“Mau pakai alma Az? Tapi kekecilan.” Diar mengangguk. Dan jelas, alma Az ga muat sama dia.
“Nih, pakai alma aku,” si Sidik, kawan kontingen dari Faperta UR menyerahkan almanya. Niat banget jadi sponsor. Dan barulah kami berfoto. Sampai disitu? Kagaaak. Setelah si Diar pergi.
“Kak Az mau kami cariin anak UGM nya? Kak Az kereeen daang.” Kata ketua LO, Bagas. Az menggeleng.
“Gak usah, dek. Biar kakak sendiri aja nyari alma anak UGM. Daripada begini kejadiannya. Konspirasi kalian kereen!?” Kata Az geleng-geleeng.
“Az ngeeri daang.” Sorak kawan se-kontingen. Fix. Challenge ini mematikan! Pelajaran: Lain kali, kalau mau poto dengan anak univ lain, jangan di depan mereka. Hufh, biar deh, yang penting pakai alma IteBe.
Alma ITB kan, ya :)


4.     UNNES, Suket Teki dan Anggrek
Ini kisah hari keempat. Di suatu sore setelah pulang dari Kebun Raya Bogor bareng teman-teman kontingen UR. Masih dengan setting hujan gerimis jelang senja, akhirnya ketemu sahabat yang bela-belain naik kereta api dari Jakarta ke Bogor siang bolong, eh yang ditemuin malah melalak dan kejebak macet sampai sore. Yaps, hujan jadi saksi kami dari jauh berlari lalu berpelukan, loncat-loncatan dan ketawa karena udah dua bulan gak ketemu (serius, itu adegan alay banget. Kurang musik India aja. Serius!)
“Nah, udah ketemu kawan kamu kan?” (kami terlampau heboh sampai lupa ada tokoh lain di sebelah Akma)
“Oh iya, neng. Ini kawan aku yang dari tadi ngajakin aku jalan. Dia LO juga.”
“Andi,” katanya. “Iya, Azlina,” kata Az.
“Sini neng, aku bantuin bawa barang-barangnya,” kata Akma menawarkan bantuan. Az menyerahkan beberapa plastik ke Akma. Ups, ada plastik yang terjatuh. Praang!
“Apaan itu, neng?”
Olalaa, botol kaca tempat kultur anggrek yang dibeli pecah! “Di bazar ada yang jual botol beginian gak, ya?” tanya Az ke Andi.
“Waah, gak ada sepertinya. Tapi kayaknya di labku ada.“
Sembari menunggu LO, Az memegang anggrek dalam botol kaca yang pecah. Tepat di depan kami ada segerombolan anak UNNES yang juga tengah menunggu SPPD nya mereka.
“Mbak, itu apa?” tanya salah satu dari mereka mendekat diikuti yang lain.
“Coba tebak,”  kata Az.
“Suket teki.”
“Kucai.”
“Udhuk, kui suket neng buri omahmu kui loh. (read: Bukan, itu rumah di belakang rumahmu itu loh).”
“Udhuk, suket teki pokok e kui. (read: Bukan, itu pokoknya rumput teki)”
Az dan Akma geleng-geleng dengar jawaban mereka. Kesal juga. Jauh-jauh beli anggrek di KRB, malah dikatain rumput. Ya ampun. -_-
Teganya dikatain rumput :'(
“Gak ada yang bener, ini anggrek loh.” Serentak mereka semua menggeleng gak percaya. Az pun menunjukkan label bunga anggrek beserta gambar yang tertera di botol anggrek yang pecah.
“Iya eh, anggrek. Kok kayak suket e mbak. Oh iya, mbak dari mana?”
“Dari Universitas Riau,” kataku.
“Wah, tetanggaan kita, mbak!”
“Iya? Dari mana?” Aku dan Akma udah excited ada ketemu orang sekampung.
“Cilegon” , “Cirebon” , “Cikotok” jawab mereka bergantian. Lalu ketawa.
“Mas, itu tetanggaannya sebelah mana sama Riau?”  (ngomong gigi rapat)
“Iya, neng. Tetanggaan..... pulaunya.” kata Akma membela. Gedubrak!
Fix, Lu gak sendirian nge-freak disini, Az.

5.         Unpredict Reunited
Yang namanya pertemuan tak melulu tentang intens pertemuan, bukan? Meski berkalang perjumpaan, jarak merentang dan berbagai alasan, pertemanan tetap mampu bertahan ~mengabai cabaran. Pun begitu kali ini, kesempatan mengunjungi kota Hujan menjadi peluang untuk bertemu dengan mereka ~teman-teman yang tak mampu dijangkau mata.
Ini dia kawan yang sering dibully asal di posko Kukerta dulu (tak usah bertanya alasannya apa). Saat tau PKM kami lolos didanai, dia udah berharap kami bisa ketemuan, ya, kampusnya jadi tuan rumah PIMNAS. Dan Alhamdulillah berujung kenyataan. Meski harus rela dinomordukan gegara dia sibuk menguru revisian skripsinya, tapi dia tetep tanggungjawab menyambut Az. Sampai dibawain minuman bandrek malam-malam, pas dengan suasana habis hujan. Semoga bisa bertemu di lain waktu lagi, yah Nurul Iqamah Elza.
Foto yang buat envy grup KKN


Kali ini cerita awan yang udah gak ketemu selama enam tahun.Ya, padahal waktu itu Az bareng dia gak lebih dari enam bulan. Namanya Rima Osiana, dulu anak kelas sebelah waktu di SMAN 2 Tanjungpinang. Setelah bersekolah di sana selama satu semester, Az pindah. Gak nyangka banget beneran bisa ketemu dan masih sama-sama ingat. Thanks for your time, sweetie.
Bramara and us

Ada juga kawan seperlombaan waktu LKTIN di Riau kemarin yang bersua kembali di PIMNAS. Namanya Hajrah dari Universitas Negeri Makassar. Dia nih yang ngabarin kalau tim Az lolos PIMNAS. Namun, karena jaringan dan jadwal yang luar biasa padatnya, waktu berjumpa kami tak lama. Kalau setahun yang lalu foto berlatar tulisan Universitas Riau, kali ini latarnya ikon Institut Pertanian Bogor yaah.
And last, sohib paling niat buat ketemuan, Akma Munadra. Meski yang awalnya berencana untuk balik malam itu juga, namun setelah berbagai lobi-lobi, dia mau ikut nginap di kamar asrama IPB. 
Anak Riau squad
“Ntar kalo aku ketahuan bukan anak PIMNAS, aku diusir lagi,” ceracau dia berkali-kali. Hahhaa :D Padahal gak ada satupun panitia di asrama yang ngeh dia anak mana :D Dan dia juga yang akhirnya melepas kepergian Az di depan asrama. Epik banget dah.
 

6.        Nametag dan Little Venice
12 Agustus 2016, PIMNAS berakhir dan ini menandakan hari terakhir kami di Pulau Jawa. Rombongan kami bergerak menuju Jakarta. Next destination: Dufan Ancol! Sesampainya di Dufan ada beberapa kawan yang memakai nametagnya.
“Biar ga hilang di Dufan.” kata mereka. Mendadak Az keingat sama nametag, ‘udah dimasukin ke koper belum, ya?’
“Pia tadi ada nampak Az masukin nametag ga?”
“Lah, bukannya tadi ngegantung? Kan udah Pia bilang, udah Az masukin belum?”
Fix, beneran gak ada. Nametag-nya ketinggalan di kamar. T_T Untung LO Andi baik mau mengambil nametag Az.
“Pia, nametag Az udah ada nge-save kan. Dia kekira bakal nanya keadaan kamar kita gak, ya?” Tak lama kemudian,
“Azlina, kamu gak cuma ninggalin nametag aja. Ini ada makanan, jeruk, kerupuk sampai laporan akhir. Mau untuk apaan?”
“Buat panitia yang membersihkan kamar. Koper kami ga muat, LO. Terus jeruk itu rencanya mau dikumpulin sekilo buat oleh-oleh ke Riau. Tapi belum sekilo, jadi ditinggal,” kata Az beralasan.
“Ini nametag ditinggal aja kenapa?”
“Yaah, jangan dong. Susah perjuangannya itu. Jagain aja dulu, ntar dikirim bareng sertifikat.” Alhamdulillah, nametag aman.
FYI, gak Az dan Pia doang yang ngumpulin jeruk dari kotak makan, tapi semua kawan-kawan kontingen Riau. “Maunya dikumpulin, ya. Terus dibawain ke Pekan, bilangnya Jeruk dari Bogor.” Ide salah satu kawan.
Tiga hari berselang setelah PIMNAS, Ahad minggu yang cerah, gegara foto mendadak buat envy warbiyasah. Yaps, nametag udah melanglang ke Little Venice di Puncak. Si pemilik aja belum sampai ke sana. Ga apah. Mungkin sekarang nametagnya duluan, kali aja besok orangnya nyusul belakangan. Aaamiin.
Salam dari Little Venice :)

Actually, banyak kejadian gak terlupa lain. Maka benarlah petikan lirik Theme Song PIMNAS 28 UHO: Seminggu tuk Selamanya. Iya, seminggu di PIMNAS 29 ini akan dikenang untuk selamanya. Bahwasanya, kami sebagai pemuda Indonesia dari seluruh penjuru Nusantara pernah bersama untuk mewujudkan negeri ini lebih baik lagi, dengan kreativitas dan inovasi. Ah, ini cerita PIMNAS-ku.

Disclaimer: Az gak bermaksud SARA dengan menyebutkan beragam warna alma dan berbagai nama universitas di atas. Mohon maaf apabila ada salah. Tidak bermaksud menyinggung. (Jaman sekarang banyak orang mudah sensitip, mbloh.)







Komentar

Postingan populer dari blog ini

LPDP ATAU CPNS?: Behind The True Story~

Tak terasa tiga tahun berlalu dengan cepat, ya. Iyap, tiga tahun lalu sejak aku terakhir menulis di sini. Melihat semuanya jadi tampak asing sekarang, sedikit berdebu karena lama tak terjamah. Kalau diingat-ingat, tulisan terakhir juga terjadi di bulan April, ya. April 2018 – April 2021. Time flies, people change, and memories happen. Jadi, barangkali tulisan perdanaku usai vakum, aku akan sedikit merenung dan menceritakan apa – apa saja yang terjadi selama tiga tahun belakangan secara bertahap. Refleksi, terapi dan kontemplasi. April 2018 kemarin, aku membahas tentang  Fresh Graduate: The Untold Dilemma . Saat tulisan itu rampung kutulis, aku benar – benar tak tahu kalau setelahnya adalah masa terberat melebihi peliknya memilih bekerja dengan gaji pas – pasan atau mencari beasiswa namun minim persiapan.😔😔😔 Peliknya kehidupan menanti di depan mata, indah dan nikmat kata mereka namun hancur lebur bagi aku yang menjalaninya. 💦 Juli 2018 Masih di tengah euphoria pernikahan seoran...

Cause Happiness is Simple

              Hidup adalah tentang pencarian tak berkesudahan. Pencarian akan jati diri, ketenangan, kenyamanan, dan kebahagiaan. Tentang bahagia, sungguh itu adalah perkara sederhana. Sebab, indikator bahagia tak teregistrasi dalam Satuan Internasional, jadi cukuplah perspektifmu yang menentukan. Ini definisi bahagiaku -(tertanggal 22-24 Mei 2015) Bahagiaku sederhana, sesederhana mendapat keluarga baru dari belahan bumi Nusantara, sesederhana melihat senyum dan mendengar opini mereka tentang tanah kuhuni, sesederhana menekuri detik yang melintas dengan cerita tak berutas, sesederhana hikmah bahwa belajar akan negeriku sejatinya tak berkesudah, sesederhana disadarkan bahwa semangat dan pantang menyerah   adalah konsekuensi realisasi atas impian yang tersimpan, but at last but not least, sesederhana kian merebaknya kagum an syukurkuku pada sang Rahiim atas kasih sayangNya tuk mengizinkan helaan nafasku merasa...

Kuroko Basketball : Friendship not just Term that We Ever Heard

  Gambar: Cover film Kuroko Basketball Film yang diadaptasi dari manga Kuroko no Basket (Basketball Which Kuroko Plays) ini mengisahkan tentang pencarian jati diri seorang atlit basket bernama Tetsuya Kuroko.   Walau tak memiliki keahlian dalam dribbling, apalagi shooting (menembak), cowok berambut biru ini justru menjadi tim utama basket SMP Teikou yang memiliki lima anggota Kiseki no Sedai (Generasi Keajaiban), yakni Akashi Seijuroo, Aomine Daiki, Murasakibara Atsushi, Kise Ryota, dan Midorima Shintaro. Dan mampu membuat sekolah tersebut sebagai jawara di Kejuaraan Nasional Basket tiga kali berturut-turut. Tetsuya sendiri memiliki gelar anggota keenam Kiseki no Sedai, pemain Bayangan (the Phantom Sixth Players). Bagaimana bisa? Ternyata kemampuannya dalam passing (mengoper) tak diragukan oleh anggota Kiseki no Sedai, karena hawa keberadaannya yang lemah dan kemampuannya dalam mengalihkan pandangan lawan (misdirection). *seperti trik sulap gitu* [Well, au...