Dari: seseorang yang berusaha
konsisten mewujudkan mimpi
Dulu,
ketika SD, kesulitanku itu sesederhana tak mampu menyelesaikan sepuluh soal
perkalian dengan bilangan ribuan atau menyelesaikan soal bangun ruang. Semasa
SMP, kesulitan pun beranjak kepada susahnya menghitung persamaan garis lurus
dua variabel dan berbagai hubungan garis dengan grafik. Saat SMA, kegamangan
adalah saat menentukan jurusan yang hendak dipilih lantaran tak ada pendaftaran
jalur SNMPTN Undangan bagi sekolah kami dan kenyataan jalur PBUD Universitas
Riau juga diblacklist. PBUD di kampus yang tak satupun jurusannya kuinginkan
atau mengambil langkah ‘gila’ : bertempur di medan Ujian Tulis bersama puluhan
ribu siswa lainnya.
Usai
menempuh pendidikan S1 pun lebih dilema, mengambil beasiswa untuk melanjutkan
studi atau meniti karir? Pengurusan beasiswa tak sepenuhnya mudah dan benar-benar
membutuhkan modal yang tak sedikit, pun perjuangan dan kedisiplinan atas waktu
yang benar-benar diuji. Menyeleraskan antara pekerjaan sambilan dan persiapan
berkas-berkas beasiswa benar-benar bukan kegiatan yang bisa dianggap sepele.
Terlebih jika kamu mempersiapkan berkas hanya bermodal nekad, setidaknya kamu
harus memiliki tabungan untuk modal awal pengurusan substansi yang diperlukan,
sebut saja untuk Surat Keterangan Sehat, Bebas Narkoba, SKCK dan yang paling
banyak menghabiskan dana adalah TOEFL (Test of English as a Foreign Language). Untuk
sekali test TOEFL ITP / PBT (Paper Based Test) harganya sekitar Rp 53o.000
(tahun 2017). Itu hanya test, di luar biaya pelatihan atau kursus TOEFL. Jika
ingin menghemat, ya belajar TOEFL otodidak. Dengan segala resiko ketidaktahuan,
kebingungan dan kesulitan yang harus kamu hadapi bersama ‘sebuah’ guru yang tak pernah marah (read: buku). Ya,
sebab kursus persiapan TOEFL lumayan menguras biaya (paling murah kisaran 1,25
jt untuk satu bulan). Jika belajar otodidak, bergantung pada kedisiplinanmu.
Aku memerlukan waktu dua bulan untuk belajar pertama. Ya, dua bulan untuk tes
TOEFL sesungguhnya dengan skor mendekati dari target syarat beasiswa LPDP :
500. Dan perlu dua bulan berikutnya untuk
mempersiapkan tes kedua. Saat tulisan ini kutulis, aku tengah
mempersiapkan tes keduaku.
Itu
kesulitanku sekarang, bagaimana di masa depan? Kekhawatiran tentu ada. Jika
nanti aku lulus beasiswa ini, aku akan mulai melanjutkan hidup yang benar-benar
jauh dari keluarga (beda pulau), mata kuliah yang semakin sulit (terlebih
jurusan yang kutuju benar-benar tak mudah dan aku sadar benar kapabilitasku
sejauh apa), kawan-kawan baru, lingkungan yang belum tentu ramah, penyesuaian
kondisi, cuaca, makanan, budaya, serta mampukah aku survive disana selama dua tahun
ke depan?
Namun,
jika kita terlalu sibuk mengkhawatirkan masa depan, bagaimana hendak melangkah
di masa kini. Jangan sampai lantaran memikirkan sesuatu yang belum pasti justru
menghancurkan perencanaanmu di masa kini. Kembali ke kesulitan bertingkat
sedari SD, SMP, SMA. Jika sekarang mengerjakan perkalian SD, tentu mudah bukan.
Persamaan Linear Dua Variabel pun cukup diulangi beberapa puluh menit saja,
pasti langsung bisa menyelesaikan soal yang diberikan. Dapatkah ditarik
kesimpulan?
Ya,
kesulita pun berkembang! Otak manusia sesungguhnya merespon setiap perubahan
atas masalah yang dihadapi dengan memikirkan solusi yang dinamis setiap
periodenya. Jadi, jika otak kita saja mampu untuk menghadapinya, apalagi kita
selaku pengendali otak, bukan? Pernahkah mendengar fakta, bahwa manusi sejenius
Einstein hanya menggunakan sekian persen dari potensi otaknya. Orang sekaliber
Einstein yang namanya terus dikenang sebagai Bapak Fisika Modern saja belum
maksimal memberdayakan potensi otaknya, apalagi kita. Jadi, jangan takutlah!
Bermimpilah!
Boleh jadi apa yang kamu sebut-sebut sekarang itu –yang saat ini terasa
mustahil tuk dijangkau- tiga empat tahun lagi akan jadi kenyataan: bila kamu
benar-benar memperjuangkannya. Tak usah khawatir karena kamu sendirian saat ini
dalam memperjuangkannya, bukalah duniamu, bersinggunganlah dengan dunia orang
lain yang juga berupaya mewujudkan mimpi mereka. Saat itu, kamu akan menyadari,
bahwa kesendirian itu hanya muncul dari prasangka skeptismu saja.
Bermimpilah!
Jangan takut memperjuangkannya! Karena minimal kamu juga sama sepertiku, yang
saat ini juga tengah memperjuangkan mimpi dikelilingi opini melemahkan,
kekhawatiran dan ketakutan akan masa depan. Bermimpilah! Dan lawanlah semua
keterbatasan yang mengekangmu!
Pekanbaru, 2 Maret 2017
Komentar
Posting Komentar