Langsung ke konten utama

PETUALANGAN ULI


Hai, namaku Uli. Aku tinggal bersama teman-temanku dibalik rimbun dedaunan kebun teh. Kebun kami terletak di kaki gunung yang tegak menjulang dengan hamparan hijau pohon-pohon teh yang berukuran sekitar semeter dibatasi garis horizon, menandakan kalau pucuk demi pucuk daunnya yang dipangkas oleh petani setiap hari. Rumahku wangi, ya, wangi kedamaian penuh ketenangan yang disebar angin yang berhembus dari perbukitan juga wangi dari pucuk-pucuk daun teh yang baru dipetik. 



Kebun kami tak sepi, selalu ramai, ramai dengan dendangku dan teman-teman sepanjang hari. Ah, iya, baiknya kuperkenalkan teman-teman kecilku, mereka adalah Kepi, si kepik merah, dan Belgi, belalang hijau. Dapatkah kau menerka rupaku melihat dari bagaimana teman-temanku? Hmm, jangan terkejut ya, karena aku adalah seekor ulat daun. Ah, biasanya tiapkali anak-anak melihatku mereka langsung akan berlari dan menjerit karena geli.





Diantara teman-temanku lainnya, mungkin akulah yang paling tidak memiliki keahlian khusus. Awalnya sih, aku biasa saja, tidak merasa iri dengan mereka. Namun, semakin hari aku semakin menyadari, manakala aku tidak pernah ditunjuk menjadi ketua regu bila ada acara kemping bersama. Yaa, temanku si Kepi, lihatlah Ia, dengan warna kulit merah bertotol hitam menjadikan Ia paling cantik diantara kami, dan Ia juga bisa terbang !! Ah, aku juga ingin seperti dia. Lalu si Belgi, meskipun badannya kurus sehingga sering menjadi ejekan diantara kami, tapi Ia mampu melompat dengan lincah dari satu pucuk daun ke pucuk daun lainnya . Sementara aku, aku hanya bisa berjalan lambat terseok-seok dari batang daun ke ujung daun. Namun aku bersyukur juga, setidaknya mereka tidak pernah mengejek kelemahanku itu.

Pada suatu hari, di acara kemping kesekian kalinya, Kepi menjadi ketua dan aku mendapat bagian untuk menyiapkan makanan bagi kita semua. Sementara si Belgi mendapat tugas membuat tenda untuk kami berteduh dari daun-daun kering yang telah gugur. Aku pun mulai mengumpulkan pucuk demi pucuk daun yang berada di atas pohon teh, ah, betapa sulitnya pekerjaan ini mengingat tubuhku kecil dan aku berjalan lambat.

“Yes,pucuk-pucuk daun akhirnya terkumpul juga , tapi kemana si Belgi dan Kepi ya ??“ bisikku.

Hingga sore tiba, mereka baru pulang sambil tertawa.
“Uli, kami tadi bermain sampai ke ujung kebun, di sana ternyata ada sungai yang indah sekali.” kata si Kepi.
“Bahkan juga banyak bunga-bunga yang berada di dekat sungai , Uli ..” Belgi menimpali.
“Oh iya, apa sudah dapat makanannya Uli ? Kami sangat lapar…” kata Kepi lagi.
“Ada, di bawah daun besar itu..” jawabku
“Yammy, terima kasih Uli .. “ sahut Belgi.

Tanpa mereka sadari, aku meringsut ke bagian pohon lainnya. Di sana aku menangis,
“ YaAllah, bolehkah aku iri ? Aku tahu, iri merupakan sifat yang tidak baik, tapi  aku iri pada mereka yang bisa melihat indahnya tempat yang bernama sungai itu.. Aku juga ingin bisa melompat ataupun terbang hingga mampu mencapai jarak yang jauh seperti mereka.. Ya Allah, aku tahu, aku tidak boleh menyalahkan takdir yang telah Kau tetapkan .. Maka, aku mohon, eluslah dadaku yang dipenuuhi dengan iri ini agar ikhlas menerimanya, ya Allah .. “ do’aku sambil terisak.

“Ah, baiknya aku cari saja teman lain yang bisa mengajakku terus bersama mereka, tidak meninggalkanku seperti ini. Tapi, kami sudah lama bersama, aku juga sayang Kepi dan Belgi walaupun mereka begitu ..” aku merenung di ujung daun sendiri.

Hari kemping pun usai. Tahukah, aku mulai menjaga jarak dengan Kepi dan Belgi karena aku bingung apa yang harus kulakukan. Melanjutkan pertemanan atau meninggalkan mereka? Tapi, aku juga merasa tubuhku agak berbeda hari ini, aku mulai malas bergerak, dan mulutku mengeluarkan cairan yang semakin banyak dan membentuk selaput berongga dan menutupi tubuhku keseluruhannya. Aku takut. Aku bingung. Ada apa ini ? Karena lelah berfikir, aku tertidur di dalam “rumah” aneh itu.

Di dalam mimpi, aku sedang bermain di padang bunga yang begitu indah, hingga satu suara tanpa rupa berbicara padaku.
“Kamu ingat apa yang kamu minta ? Kamu ingin melihat sungai kan, Uli ?”
“Iya, kamu siapa ? Bagaimana kamu mengetahuinya ? Dan lagi, kamu ada dimana ? Mengapa aku tak dapat melihatmu ?” aku bertanya tanpa henti.
“TenangUli, berbahagialah. Kesabaranmu terjawab sudah. Sebentar lagi kamu dapat melihat sungai itu seperti apa. Terbang itu bagaimana rasanya. Dan hal-hal baru nan indah yang akan menghampirimu ..” sahut suara itu lagi.
“Apa aku sudah mati ? Tempat yang kau sebut indah itu, apa surga ?”
“Tidak, tidak. Kau masih hidup, Uli. Nantinya kau akan mengalami apa hal indah yang kumaksud. Tapi, saat itu kau mungkin tak akan bisa sering bersama dengan teman-temanmu lagi. Kau akan mendapatkan teman baru yang akan menngantikan mereka..” kata suara itu.
“Teman baru ? Memang kenapa dengan Belgi dan Kepi, apa salah mereka ? Lalu bagaimana jika aku merindukan mereka ?” kataku mulai menangis.
“Mereka tidak salah apa-apa, Uli … Itu karena kau akan mulai berbeda dengan teman lamamu. Dan akan kau temukan kesamaan dengan teman barumu. Kau dapat sesekali datang mengunjungi mereka bila kau merindukannya.”
“Lalu, siapa teman baruku itu ?”
“Segera setelah kau terbangun nanti dan keluar, kau akan menemukan jawabannya. Teman barumu itu si Kumbi, namanya … Seekor kumbang …”
“Tapi … “

Detik berikutnya, aku terbangun dan masih kudapati, diriku berada di “rumah” itu lagi. Tapi kali ini, aku dapat melihat selarik cahaya yang masuk. Berarti ada bagian”rumah” ini yang sudah mulai terbuka. Aku pun berusaha menarik-narik selaput yang menutupi tubuh ini dengan mulutku. Setelah perjuangan yang panjang, aku dapat lepas dari “rumahku”. Aku keluar. Aku bebas. Dan ternyata, selama ini aku menggelantung di batang pohon dengan rumahku. Eh, aku melayang sekarang. Aku tidak jatuh. Kutolehkan kepalaku kebelakang. Aku punya sayap !! Ya, SAYAP !! Aku terbang sekarang !! Akhirnya, aku dapat terbang seperti Kepi !!
“Alhamdulillah, ya Allah ..” bisikku mengucap syukur.


Aku berkeliling mencari Belgi dan Kepi, tak sabar menunjukkan perubahanku pada mereka. Di balik pohon berikutnya, aku bertemu juga dengan mereka yang tengah melakukan persiapan kemping seperti biasanya.

“Ah, aku rindu Uli, Kepi. Biasanya kita kan, selalu bertiga ..”kata Belgi.
“Iya, aku juga Belgi. Kemana dia ya, sudah berhari-hari tidak ada menampakkan diri ?” timpal Kepi.
“Hai, Kepi ! Hai, Belgi !”
“Hai, juga ! “ jawab mereka serempak dengan keheranan.
“Ini aku, Uli. Apa kalian lupa denganku?” jawabku. Ah ya, mungkin mereka terheran karena saat ini aku berbicara kepada mereka dalm keadaan terbang, tidak seperti biasanya, selalu bertengger di atas daun.
“Kamu ? Uli ? Uli si ulat daun ?” tanya Kepi tak percaya.
“Iya, Kepi, Belgi. Ini Uli, si ulat daun. Beberapa hari yang lalu, Uli terkurung di dalam cairan yang menutupi tubuh Uli. Ternyata itu yang dikenal dengan kepompong, fase Uli untuk berubah menjadi kupu-kupu seperti sekarang ini .. “ aku menjelaskan.
“Oh, jadi begitu … Kau tampak cantik sekarang, Uli. Lihatlah, sayapmu bermotif biru-hitam tampak indah bila mengepak-ngepak. Ah ya, maukah kau ikut kemping bersama kami ? Kali ini, kami menunjukmu sebagai ketua regu.” kata Belgi.

Ketua regu? Itu posisi yang aku inginkan sedari dulu. Tapi tiap kali aku membayangkannya, aku tersadar dengan kelemahanku dibandingkan mereka. Aku ingin menjadi ketua regu. Tapi, suara dalam mimpiku, menyuruh agar menemukan Kumbi.  Aih, perutku juga sudah mulai lapar sekarang. Entah mengapa, tiba-tiba aku tak berselera melihat daun berwarna hijau itu, bahkan pucuk daun yang biasanya menjadi makanan favoritku. Mungkin Kumbi dapat memberi jawabannya.
“Maaf, Belgi, Kepi. Tapiada hal lain yang harus aku lakukan. Mungkin mulai sekarang, kita tidak bisa bersama seperti dulu. Tapi tenang, lain waktu aku akan mengunjungi kalian di sini. Terima kasih telah membersamaiku dan membantuku untuk terus tumbuh ..”aku mulai menangis. Merekapun juga menangis. Perpisahan itu menyedihkan.
“Tapi, pasti kau akan mengunjungi kami lagi kan, Uli ??” Tanya Kepi sambil sesenggukan.
“Iya, Belgi, Kepi ..”
“Kami pasti akan merindukanmu, Uli … kalau begitu sering-seringlah bermain kemari..”kata Belgi.
“Tenang saja, Belgi. Sampai jumpa teman-teman..”

Aku pun meninggalkan mereka. Di perjalanan, aku bertemu dengan Kumbi, si kumbang. Tak susah menemukannya, cukup cari saja di antara hamparan bunga-bunga. Dan, lihatlah, dimana aku berada sekarang. Di antara bebungaan. Ya, di padang bunga. Begitu berwarna-warni disini. Tidak seperti dirumah lamaku, yang sejauh mata memandang, hanya terhampar warna hjau. Dan aku mendengar suara gemericik. Gemericik air. Aku menoleh ke kanan. Aku terkesiap. Banyaknya air disana. Dan air itu mengalir, menimbulkan suara deru-gemericikyang kudengar tadi. Sungai itu, inikah ?

“Kamu siapa ?” Tanya Kumbi membuyarkan lamunanku.
“Ehm, anu, itu, oh iya, aku Uli.” Jawabku tergagap.
“Uli ? Uli si ulat daun dari kebun teh di sana ?” tanya Kumbi sambil menunjuk arah kebuh tehku dulu.
“Iya, Kumbi. Aku Uli si ulat daun. Setelah menjadi kepompong, tiba waktunya aku menjadi seekor kupu-kupu seperti sekarang.
“Woww, lihatlah dirimu !! Kau begitu cantik Uli !!”
“Iya, terima kasih Kumbi..”
“Ngomong-ngomong, ada perlu apa kau datang kemari ?”
“Aku lapar Kumbi. Anehnya, aku tak tertarik melihat hijaunya pucuk daun yang biasanya menjadi santapan favoritku. Aku bermimpi bahwa aku harus mencarimu Kumbi ..”
“Oh begitu, aneh juga yaa… Padahal sebelumnya kau sangat menyukai pucuk daun. Baiklah, ayo lihat makananku, manatahu kau juga tertarik memakannya.” Kata Kumbi seraya mengajakku mendekati sekuntum bunga.
“Ini namanya nektar, sari bunga. Rasanya begitu manis, yummi… Inilah makanan sehari-hariku.” kata Kumbi sambil menyerahkan nektar itu padaku. Aku mencicipinys. Lezat juga ternyata. Aku menyukainya.
“Kumbi, maukah besok kau mencari nektar ini bersama denganku ?”
“Tentu saja, Uli..”

Pelan, namun suara itu terdengar menggema bagi Uli
“Kesabaranmu terjawab sudah. Sebentar lagi kamu dapat melihat sungai itu seperti apa. Terbang itu bagaimana rasanya. Dan hal-hal baru nan indah yang akan menghampirimu ..”

                                                            - - - * * * * * * * * *- - -

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LPDP ATAU CPNS?: Behind The True Story~

Tak terasa tiga tahun berlalu dengan cepat, ya. Iyap, tiga tahun lalu sejak aku terakhir menulis di sini. Melihat semuanya jadi tampak asing sekarang, sedikit berdebu karena lama tak terjamah. Kalau diingat-ingat, tulisan terakhir juga terjadi di bulan April, ya. April 2018 – April 2021. Time flies, people change, and memories happen. Jadi, barangkali tulisan perdanaku usai vakum, aku akan sedikit merenung dan menceritakan apa – apa saja yang terjadi selama tiga tahun belakangan secara bertahap. Refleksi, terapi dan kontemplasi. April 2018 kemarin, aku membahas tentang  Fresh Graduate: The Untold Dilemma . Saat tulisan itu rampung kutulis, aku benar – benar tak tahu kalau setelahnya adalah masa terberat melebihi peliknya memilih bekerja dengan gaji pas – pasan atau mencari beasiswa namun minim persiapan.😔😔😔 Peliknya kehidupan menanti di depan mata, indah dan nikmat kata mereka namun hancur lebur bagi aku yang menjalaninya. 💦 Juli 2018 Masih di tengah euphoria pernikahan seoran...

Cause Happiness is Simple

              Hidup adalah tentang pencarian tak berkesudahan. Pencarian akan jati diri, ketenangan, kenyamanan, dan kebahagiaan. Tentang bahagia, sungguh itu adalah perkara sederhana. Sebab, indikator bahagia tak teregistrasi dalam Satuan Internasional, jadi cukuplah perspektifmu yang menentukan. Ini definisi bahagiaku -(tertanggal 22-24 Mei 2015) Bahagiaku sederhana, sesederhana mendapat keluarga baru dari belahan bumi Nusantara, sesederhana melihat senyum dan mendengar opini mereka tentang tanah kuhuni, sesederhana menekuri detik yang melintas dengan cerita tak berutas, sesederhana hikmah bahwa belajar akan negeriku sejatinya tak berkesudah, sesederhana disadarkan bahwa semangat dan pantang menyerah   adalah konsekuensi realisasi atas impian yang tersimpan, but at last but not least, sesederhana kian merebaknya kagum an syukurkuku pada sang Rahiim atas kasih sayangNya tuk mengizinkan helaan nafasku merasa...

Kuroko Basketball : Friendship not just Term that We Ever Heard

  Gambar: Cover film Kuroko Basketball Film yang diadaptasi dari manga Kuroko no Basket (Basketball Which Kuroko Plays) ini mengisahkan tentang pencarian jati diri seorang atlit basket bernama Tetsuya Kuroko.   Walau tak memiliki keahlian dalam dribbling, apalagi shooting (menembak), cowok berambut biru ini justru menjadi tim utama basket SMP Teikou yang memiliki lima anggota Kiseki no Sedai (Generasi Keajaiban), yakni Akashi Seijuroo, Aomine Daiki, Murasakibara Atsushi, Kise Ryota, dan Midorima Shintaro. Dan mampu membuat sekolah tersebut sebagai jawara di Kejuaraan Nasional Basket tiga kali berturut-turut. Tetsuya sendiri memiliki gelar anggota keenam Kiseki no Sedai, pemain Bayangan (the Phantom Sixth Players). Bagaimana bisa? Ternyata kemampuannya dalam passing (mengoper) tak diragukan oleh anggota Kiseki no Sedai, karena hawa keberadaannya yang lemah dan kemampuannya dalam mengalihkan pandangan lawan (misdirection). *seperti trik sulap gitu* [Well, au...