Langsung ke konten utama

Cinta itu Bukan Dicari, Tetapi Ditumbuhkan




Petikan judul di atas merupakan kutipan terkenal dalam film yang ditayangkan mulai bulan Desember 2015 ini, Tausiyah Cinta. Ya, meski saat ini belum ditayangkan secara komersil melainkan hanya bisa ditonton dengan membeli tiket secara khusus, tetapi semoga kedepannya film sarat makna ini benar-benar bisa ditayangkan di bioskop seperti film-film lainnya. Terlepas dari kontradiksi Perayaan Tahun Baru, akhir tahun selalu menjadi ajang bermusahabah, mengintrospeksi diri, bukan? Dan film ini sangat direkomendasikan buat kamu yang benar-benar ingin mengetahui arti hidup sekaligus bermuhasabah. Alur ceritanya yang “menyentil”, membuat penonton tak jarang menunduk lebih dalam untuk sekedar membenarkan setiap adegan yang lazim terjadi di keseharian.




Film yang diadaptasi dari sebuah puisi dalam buku Tausiyah Cinta ini mengisahkan kehidupan dua pemuda yang kontras. Azka Pradipta (Hamas Syahid Izzudin), seorang arsitek muda yang tawadhu dan sangat menyayangi keluarganya dan Lefan Aurino (Rendy Herpi), pengusaha muda broken home pasca perceraian orang tuanya. Lefan kerap bertengkar setiap kali dinasehati kakaknya, Ustazah Elfa (Hidayatur Rahmi). Ia senantiasa menyalahkan kakaknya yang terlalu sibuk dengan segala kesibukan dakwahnya hingga tidak berada di samping ibundanya saat sang ibu membutuhkan. 



“Kakak sibuk berdakwah untuk orang di luar sana, sementara kakak tidak pernah berdakwah untuk keluarga ini. Kakak takut diri kakak masuk neraka, tapi kakak tak pernah takut kalau keluarga kakak masuk neraka!” cecar Lefan kepada kakaknya. Elfa yang memang mempunyai penyakit semakin terpicu penyakitnya hingga kemudian jiwanya tak tertolong. Di tengah masa komanya, ia sering menangis apabila kalimat yang dilontarkan Lefan kembali terngiang.
Lefan yang berada di tengah kegundahan dipertemukan dengan Azka dalam satu proyek Daur Ulang Limbah Air Wudhu yang merupakan hasil karya gagasan ilmiah seorang mahasiswi bernama Kareina Zahra (Ressa Rere). Lefan pun menceritakan masalahnya pada Azka.

“Allah tidak menciptakan dua hati dalam satu jiwa. Saat hatimu mulai jenuh pada makhluk-Nya, itu tanda hatimu sedang diarahkan kepada-Nya,” sahut Azka. Perlahan Lefan mulai berubah dan banyak belajar dari Azka. Ia bahkan juga hendak bertaarufan dengan Rein  -sapaan Kareina Zahara-.
“Maafkan Rein, Abah. Rein ingin menikah dengan orang yang bisa membuat Rein jatuh cinta meskipun dengan cara-cara yang sederhana. Rein ingin menikah dengan lelaki yang jika bersamanya, Allah dan syurga-Nya terasa lebih dekat,” cerita Rein pada abahnya saat ia menolak Lefan. Mendengar penuturan putrinya, sang Abah teringat pada sosok lelaki yang ditemuinya di masjid. Pmuda itu tengah menyetor hafalan kepada seorang Ustad. Abah lantas mencari lelaki itu, sayang sang lelaki telah pulang kampung setelah mendapat musibah. Lelaki itu ialah Azka. Ya, Azka mendapat kecelakaan tatkala sedang meninjau lokasi sekolah hasil rancangan ia dan temannya, Riza. Saat itu sebuah bohlam jatuh. Ada pecahan kaca yang mengenai matanya dan membuat Azka mengalami kebutaan. Dan yang lebih membuat Azka down adalah ibunya juga tengah kritis saat Azka dirawat. Cobaan yang bertubi-tubi membuat iman Azka terguncang.
Lefan yang mengetahui Azka kecelakaan dan pulang ke Surabaya langsung segera menyusulnya. Lefan menyesal lantaran sempat melontarkan kalimat kekesalan di awal perjumpaan mereka.
“Buta lo, ya? Kalo nyebrang tu pake mata! Jangan asal nyebrang aja!”
Lefan menyadari, bukankah setiap kata yang terlontarkan adalah doa yang terucapkan. Sesampainya di rumah Azka, Lefan terkejut mendapati Azka yang begitu terpukul dengan keadaannya.
“Mengapa Allah memilihku untuk menerima cobaan ini?” tanya Azka.
“Azka, setiap orang boleh down, tapi pasti cara bangkitnya yang beda. Pakai kecintaan lo pada Allah untuk menuntun lo lebih ikhlas.” nasihat Lefan.
Namun Azka masih belum sepenuhnya menerima keadaan. Sampai Fatih (Irwansyah), sahabatnya Lefan yang bersekolah di Jerman pulang ke tanah air dan turut menasihati Azka.
“Kalau lo pikir lo beriman dan lo ngerasa udah diuji, itu sombong namanya. Bahkan setelah kita beriman, masih ada istiqamah yang dipertanyakan,” jabar Fatih. Lefan tersentak akan keangkuhannya dan menangis tersedu-sedu di hadapan Fatih.
Di belahan bumi lain, Rein bertemu dengan Afian (Zaky Ahmad Riva’i), pengarang buku Jangan Berdakwah nanti Masuk Syurga yang sering dibaca Rein. Saat itu Afian sedang bersilaturahmi menemui Abah Rein. Abah Rein ternyata pernah diselamatkan oleh Afian saat nyaris tertabrak mobil. Afian sangat menyayangi ayahnya yang kini sedang sakit. Afian bercerita pada Lefan yang kala itu pernah mengunjungi rumah pamannya yang menjadi penjaga makam mama Lefan. Lefan heran mengapa Afian tidak ingin mencari pekerjaan yang lebih mapan. Afian menjawab,
“Saya menyadari satu hal, Mas. Belum tentu umur orang tua saya sepanjang waktu sibuk saya, Maka dari itu saya ingin selalu di samping mereka, Mas,” tutur Afian. Lefan berkaca-kaca mendengar penuturan penuturan Afian itu.
Hp Lefan berdering, ternyata panggilan dari Dilla (Salsabila Nadya), adik Rein yang mengundangnya datang ke walimahan Rein. (Ssst, ketika di bagian ini, author dan sahabat sedang tebak-tebakan siapa yang nikah dengan Rein :D).
Ijab qabul tertunaikan. Rein menangis. Sosok di hadapan penghulu dan wali Rein itu membalikkan badan. Ternyata Afian yang menikah dengan Rein. Dilla yang sebelumnya sempat bingung mengapa Rein menikah dengan Afian menjadi paham tatkala Rein dan Dilla malam-malam melihat Afian tengah mengaji.
“Sebab ketampanan itu berdurasi, hanya yang dekat dengan Alquran yang paling menunjukkan hati,” terang Rein.
Sementara itu, Lefan menerima telepon dari Azka yang ikhlas dan mengutarakan mimpinya pada Lefan.
“Aku ingin menanmbah hafalanku, Lefan. Aku ingin menemui Allah dengan hafalan Qur’an-ku yang sempurna.”

Film yang dibuka langsung dengan ta'awudz ini menyajikan nuansa berbeda bagi pecinta film Islami. Selain temanya memang membahas problem remaja yang menyajikan alternatif pandangan berbeda, bahwa jomblo tak selamanya bermakna kolot ataupun tak laku. Ya, jomblo (istilahnya single) adalah masa mempersiapkan diri untuk kelak bertemu pendampingmu. Sepanjang pemutaran film ini juga banyak dilantunkan ayat-ayat Quran yang dibaca oleh beberapa pemain.
Meskipun film ini disampaikan begitu apik, dengan adegan yang memang sering dijumpai di kehidupan, namun tetap saja tiada gading yang tak retak. Sangat disayangkan, alur cerita dalam film ini terasa melebar bukannya kian mengerucut menuju ending. Banyaknya pemain yang terlibat dalam film dengan konfkik pribadinya masing-masing, membuat cerita pemain utama mejadi berkurang porsinya. Terlebih, sebagian penonton agak kecewa melihat pasangan Rein yang agak melenceng dari pemikiran. Pasalnya, dalam cover film Tausiyah Cinta ini, Azka-Rein-Lefan yang menjadi penyorotan selaku pemain utama. Well, terlepas dari pro dan kontra, film ini sangat bagus ditonton menemani akhir tahun 2015-mu. 
Pekanbaru, 26 Desember 2015  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

LPDP ATAU CPNS?: Behind The True Story~

Tak terasa tiga tahun berlalu dengan cepat, ya. Iyap, tiga tahun lalu sejak aku terakhir menulis di sini. Melihat semuanya jadi tampak asing sekarang, sedikit berdebu karena lama tak terjamah. Kalau diingat-ingat, tulisan terakhir juga terjadi di bulan April, ya. April 2018 – April 2021. Time flies, people change, and memories happen. Jadi, barangkali tulisan perdanaku usai vakum, aku akan sedikit merenung dan menceritakan apa – apa saja yang terjadi selama tiga tahun belakangan secara bertahap. Refleksi, terapi dan kontemplasi. April 2018 kemarin, aku membahas tentang  Fresh Graduate: The Untold Dilemma . Saat tulisan itu rampung kutulis, aku benar – benar tak tahu kalau setelahnya adalah masa terberat melebihi peliknya memilih bekerja dengan gaji pas – pasan atau mencari beasiswa namun minim persiapan.😔😔😔 Peliknya kehidupan menanti di depan mata, indah dan nikmat kata mereka namun hancur lebur bagi aku yang menjalaninya. 💦 Juli 2018 Masih di tengah euphoria pernikahan seoran...

Cause Happiness is Simple

              Hidup adalah tentang pencarian tak berkesudahan. Pencarian akan jati diri, ketenangan, kenyamanan, dan kebahagiaan. Tentang bahagia, sungguh itu adalah perkara sederhana. Sebab, indikator bahagia tak teregistrasi dalam Satuan Internasional, jadi cukuplah perspektifmu yang menentukan. Ini definisi bahagiaku -(tertanggal 22-24 Mei 2015) Bahagiaku sederhana, sesederhana mendapat keluarga baru dari belahan bumi Nusantara, sesederhana melihat senyum dan mendengar opini mereka tentang tanah kuhuni, sesederhana menekuri detik yang melintas dengan cerita tak berutas, sesederhana hikmah bahwa belajar akan negeriku sejatinya tak berkesudah, sesederhana disadarkan bahwa semangat dan pantang menyerah   adalah konsekuensi realisasi atas impian yang tersimpan, but at last but not least, sesederhana kian merebaknya kagum an syukurkuku pada sang Rahiim atas kasih sayangNya tuk mengizinkan helaan nafasku merasa...

Kuroko Basketball : Friendship not just Term that We Ever Heard

  Gambar: Cover film Kuroko Basketball Film yang diadaptasi dari manga Kuroko no Basket (Basketball Which Kuroko Plays) ini mengisahkan tentang pencarian jati diri seorang atlit basket bernama Tetsuya Kuroko.   Walau tak memiliki keahlian dalam dribbling, apalagi shooting (menembak), cowok berambut biru ini justru menjadi tim utama basket SMP Teikou yang memiliki lima anggota Kiseki no Sedai (Generasi Keajaiban), yakni Akashi Seijuroo, Aomine Daiki, Murasakibara Atsushi, Kise Ryota, dan Midorima Shintaro. Dan mampu membuat sekolah tersebut sebagai jawara di Kejuaraan Nasional Basket tiga kali berturut-turut. Tetsuya sendiri memiliki gelar anggota keenam Kiseki no Sedai, pemain Bayangan (the Phantom Sixth Players). Bagaimana bisa? Ternyata kemampuannya dalam passing (mengoper) tak diragukan oleh anggota Kiseki no Sedai, karena hawa keberadaannya yang lemah dan kemampuannya dalam mengalihkan pandangan lawan (misdirection). *seperti trik sulap gitu* [Well, au...