Oleh : Nur Azlina Oktavianti
Kami
hanyalah sekeping hijau, jangan diperturutkan adu merah biru yang sama sekali
tak memukau. Sungguh! Jika kau ke luar, kau lihat warna apa yang paling
menyebar?! Kami memang merebak, tapi tak berarti jika tiada yang mengalah dari
“aku yang paling puak!”
Hidup
memang seleksi, namun tak jua menyiksa hingga mati. Bukankah kita telah belajar
tentang keikhlasan elektron dalam berbagi? Memberi pada yang tak memiliki
(baca: kovalen koordinasi) dan berikatan bersama dengan yang tiada cukup
berpunya (baca: kovalen).
Kita
berikrar untuk bermastautin di gang paling empati, namun fakta bersimpati saja
tak dapat kau tepati. Kita berjanji inilah rantai yang kuatnya melebihi garis
berpilin tiga, tapi saat diuji hanya seperti titik tiada ada-tiada ada.
Bertanya?
Masa
kita tak lama, maka jangan makin kau buat ia tak bermakna.
Mungkin
aku yang terlihat paling iri, faktanya ada yang menutup mata dari bagaimana
mereka menelan pedih seorang diri. Kau. Tau?
Tokoh
anime yang paling keren bagiku pernah bilang, “Teman yang tak mampu
menyelamatkan temannya adalah sampah!” Jika tak ingin kalimat itu didengar,
maka edar pandang ke sekitar untuk tanya ‘Ada apa sebenarnya?’
Aku
bermimpi menarik nila dan memolesnya di sekujur tubuhku, kalian jangan mau
kalah menyaput jingga, (tetap) hijau, kuning, ungu!! Lalu kita ajak merah biru
turut serta, merajut bianglala di antara mega. Sahabat, warna itu kurang indah
jika hanya satu atau dua, jika kau mampu bersejajar bersama bukankah lebih elok
lagi rupanya?
Komentar
Posting Komentar