September 2013
Pernahkah kau merasa ragu atas mimpimu bahkan
pada kemampuan dirimu? Ya. Aku pernah. Kala itu aku baru saja kumasuki tahun
kedua. Mungkin apa yang kulakukan tampak berbeda dari teman-teman lain, ya,
kebiasaanku unik. Apa itu? Berkumpul dengan senior semester akhir.Dan hanya ada
satu orang yang selalu –dan kebetulan sama anehnya denganku.
Terik di
puncak biru langit. Aku dan temanku, Ariska, tengah menekuri serangkaian
reaksi yang sangat asing bagi kami. Kimia Organik. Entahlah, aku sendiri bahkan
tak mengerti isi buku Fessenden yang baru pertama kali kupegang. Yang kutahu
hanyalah di buku ini ada penjelasan dari soal OSN Pertamina yang tak mampu
kukerjakan. Sosok jenius di depanku ini hanya mencemeeh: melihat kami ternganga dan berfikir keras untuk memahami mahakarya berupa coretan garis naik turun yang
digambarkannya di bukuku.
“Jadi begitu cara membaca gugus fungsi yang
terdapat dalam senyawa orgaik dengan NMR. Ingat, setiap puncak atau istilahnya,
peak, mewakili satu atom H, dan perhatikan juga atom H yang ada di sebelahnya,
ya?!” tutupnya. Kalau saja abang ini mampu melihat bintang-bintang yang beredar
di atas kepalaku. Aku melihat Ariska. “Paham?” tanya abang itu. Eh, yang
ditanya malah cengengesan dan aku pun turut memberikan senyum termanisku
sembari menjawab, “Boleh diulang, bang?”
Matanya menyipit dan ekspresinya semakin
semrawut, lalu menghela nafas panjang. “Kami kan masih masuk semester tiga,
bang. Yang kami pelajari pun baru setakat Kimdas, nyo, bang.” aku membela diri.
“Abang, rasanya sia-sialah. Az mau nyerah. Soal OSN Pertamina ini bahkan
senyawanya baru pertama kali Az dengar. Sebentar lagi abang wisuda pula, trus
yang mengajari Az dan Ayis siapa? Mimpi kami ketinggian ya, bang?” aku tak
ingin membuat sosok di depanku ini terlalu berharap pada kami berdua.
“Maafin kami ya, bang. Kami memang payah Kimianya. Lah,
masuk jurusan Kimia pula.” Ayis menambahkan. Air mukanya berubah. Teduh.
Sebelah bibirnya menyunggingkan senyum.
“Heh, sejak kapan kalian berdua ini jadi kayak gini, hah?
Nggak seru, ah. Meskipun abang udah lulus nanti, kan masih ada bang Yayan yang
juga pintar. Kakak abang lain juga ada yang siap membimbing kalian.”
“Tapi, bang…..”
“Dengerin abang ya. Jika
pada mimpimu sendiri saja kau tak percaya, bagaimana Tuhan mau mengabulkannya?
Coba pikirkanlah lagi.” Sejumlah volt listrik seperti menyetrumku mendengar
kalimat barusan. Kulihat Ayis mengangguk, namun kilatan matanya cukup mewakili
kalau ia akan mengubah mindset-nya.
Ya, meyakinkan diri atas mimpi yang dia punya, agar Allah pun percaya dan mau
mengabulkannya. Mimpi kita. Aih, terimakasih atas letupan semangatnya kakanda
Feri Ari Bangun Siahaan. Walau sudah berkalang hari dan diucapkan berulang kali, letupan semangatnya selalu sama.
*
Maret 2015
“Assalamu’alaikum. Ciyee, selamat ya, Az, yang
lolos final MIPA EXPO 9.” Aku membaca sekali
lagi pesan yang dikirimkan Umi Laeliyah. Lalu mengklik attachment yang berupa gambar. Alhamdulillah ya, Rabb. Namaku
tertera di peringkat 4. Fabiayyi ‘alaa irabbikuma tukadziban.
Cause every event is moment, we captured to make it everlasting.
Screenshoot pengumuman MIPA EXPO 9
Meskipun hanya menjadi finalis pada akhirnya,
aku tetap bersyukur. Yaah, walaupun di tahun ketiga aku baru bisa membuktikan bahwa
aku bisa berprestasi di bidang yang sama sekali tak pernah terbayangkan akan
berada di dalamnya. Sedari SMP, aku sudah dilatih untuk mengenal dan mengahafal
nama-nama latin, reaksi metabolism dalam tubuh dan materi rekayasa genetika
sebagai bahan olimpiade. Juara yang selalu kuraih di tingkat kota pun selalu
bernafaskan Biologi. Hingga saat memasuki jenjang kuliah, aku mulai beralih.
Kimia. Kenapa? Entahlah, aku hanya ingin mencoba kalau aku mampu berada di
dunia atom dan gugus fungsi ini.
Hipotesaku
diuji. Aku bakhan nyaris frustasi dan tercengang saat kutelusuri barisan nilai
huruf di KHS Semester 1. Meskipun sudah di ambang cukup, namun ini di bawah
targetku. Semangatku lesap. Aku mulai mengulang dimana letak kesalahanku hingga
nilai itu bisa kutuai. Menjelang semester dua, aku berubah. Waktu belajar yang
mulai kuatur, berbagi antara organisasi, akademis dan waktu untuk diriku.
Alhamdulillah, semester 2 nilaiku cukup terdongkrak. Namun itu belum
membuktikan kalau aku pantas berada disini, di Prodi Pendidikan Kimia. Setidaknya
pencapaianku kali ini cukuplah untuk mengenyahkan bayangan semester 1 yang
terkadang masih menakutiku. Aku masih tersenyum membaca nama yang tertera di
sertifikat ini. Prestasi perdanaku untuk bidang Kimia. Alhamdulillah.
*
Dua hari
berselang dari pengumuman final MIPA Expo, perhelatan tahunan mahasiswa eksakta
tiap semester ganjil, Olimpiade Nasional Matematika dan IPA Perguruan Tinggi
se-Indonesia digelar. Peserta bidang Kimia Universitas Riau mencapai angka 180
orang. Aku bergidik saat Ketua Pelakasana menyebutkan angka itu.
“Jika kemarin bisa masuk
final MIPA Expo adalah keberuntungan, maka entahlah kalau kali ini?” bisikku sambil menelan ludah.
Soal demi soal kukerjakan. Soal kali ini lebih sulit, bahkan
jika dibandingkan dengan soal final MIPA Expo kemarin. Aku keluar pada menit ke
90, meskipun waktu yang disediakan adalah 120 menit. Teman seruangan sudah
banyak yang terlebih dahulu mendahuluiku. "Pusing menekuri baris baris soal."
kata peserta yang keluar pertama di menit ke 30. Berbeda denagnku, adalah
laporan yang masih setengah jadi kugarap yang menjadi pertimbangan. Aku, Novia, Umi,
dan Siti hanya bisa cekikikan saat bernostalgia tentang soal yang kami temui di
dalam ruangan.
Hari berlalu. Sore itu, sisa jingga
masih meneja cakrawala, kami baru saja pulang usai mengantarkan berkas untuk penilaian Hima
ke BEM Universitas Riau. Perut kami -laskar Himaprostpek- yang mulai berbunyi
lantaran diabaikan selama persiapan akhir berkas tersebut. Selagi kami
bersiap-siap untuk makan malam, Umi sibuk memainkan hp.
“Az dan Novia selamat ya, lolos 7 besar ON MIPA UR.” seru
Umi. Aku dan Pia saling pandang, terperangah dan berpelukan sembari mengucapkan
hamdalah.
“Ciee.. selamat ya..” seru laskar Himaprostpek lain. Antara
takjub, syukur, bahagia sekaligus tak percaya berkelebatan di hati.
Alhamdulillah.
Hari-hari
kemudian diisi dengan pelatihan menuju seleksi regional Kopertis X dengan Riau
sebagai tuan rumah. Dua minggu berlalu cepat, dengan materi Anorganik, Organik,
Fisik, tak ketinggalan Analitik, Biokimia dan Ikatan Kimia yang terkadang kami
pelajari secara otodidak. Menjelang tes, peserta bidang Kimia, Fisika, Biologi
dan Matematika mulai dikarantinakan. Jika selama pelatihan aku hanya mengenal
keluarga baruku di Kimia: bang Trisno Afandi, kak Denaria, Ridho Kurniawan,
bang Ali Husni, dan Novia tentunya, maka sekarang aku mengetahui mereka yang
juga menjadi perwakilan Universitas Riau saat seleksi esok.
Spanduk penyambutan di tempat karantina
April 2015
Gema azan Shubuh 8 April, telat membangunkan kami yang telah lebih dulu bersiap-siap karena khawatir persiapan kami memakan waktu lama. Mentari baru saja menyembulkan ultraviolet hangatnya, sementara kami sudah mulai antri memasuki bus menuju hotel Pangeran Pekanbaru tempat acara diselenggarakan. Pelangi almamater mewarnai aula ini, mulai dari hijaunya Univ Andalas, kuning mudanya Univ Negeri Padang, biru langitnya Univ Riau, birunya Univ Islam Riau, biru donkernya Univ Bung Hatta dan Univ Riau Kepulauan (Unrika) Batam, kuningnya Univ Maritim Raja Ali Haji (Umrah) Kepulauan Riau hingga orengenya Univ Jambi. Semua disini untuk satu misi. Berkompetisi. Meraih mimpi.
Dua
hari yang berkesan, dengan keluarga baru. Meski kami hanya bersama-sama saat
pelatihan sampai sekarang, namun perbedaan fakultas tak lagi jadi alasan untuk
segan. Setidaknya pengalaman ini menunjukkan, bahwa seperti halnya tubuh,
otakpun mampu berkembang dan beradaptasi dengan hal baru yang kita rasa tak
mungkin sebelumnya. Dan motivasi? Itulah sumber energi untuk terus berprestasi.
Orang yang menginspirasi itu bukanlah dia yang mampu membuatmu terkagum saat
melihatnya, tapi dialah orang yang menjadi alarmmu untuk dapat berprestasi
seperti dia. Untuk orang-orang itu, terimakasih: orang yang memotivasi dan
menginspirasi. Fabiayyi ‘alaa irabbikuma tukadziban.
Gema azan Shubuh 8 April, telat membangunkan kami yang telah lebih dulu bersiap-siap karena khawatir persiapan kami memakan waktu lama. Mentari baru saja menyembulkan ultraviolet hangatnya, sementara kami sudah mulai antri memasuki bus menuju hotel Pangeran Pekanbaru tempat acara diselenggarakan. Pelangi almamater mewarnai aula ini, mulai dari hijaunya Univ Andalas, kuning mudanya Univ Negeri Padang, biru langitnya Univ Riau, birunya Univ Islam Riau, biru donkernya Univ Bung Hatta dan Univ Riau Kepulauan (Unrika) Batam, kuningnya Univ Maritim Raja Ali Haji (Umrah) Kepulauan Riau hingga orengenya Univ Jambi. Semua disini untuk satu misi. Berkompetisi. Meraih mimpi.
Pelangi almamater Kopertis X
There are Delegation from different university in Kopertis X
Keluarga Kimia: Az, kak Dena, bang Trisno, dan Novia *_*
Kekalahan hari ini bukan
tuk disesali, namun sebagai cambuk sekaligus motivasi untuk memperbaiki diri
agar lebih baik lagi.
Pekanbaru, 3 Juni 2015
ini cerita OSN waktu adek gk jadi ikut mawapres itu ya dek?
BalasHapusIyaa kak. Paginya olimpiade, malamnya ngejarkan kti kak :D
Hapus